Wednesday, August 15, 2007

Profil Inovasi Peraih Kategori Khusus Otonomi Award 2007


Selamatkan laut Bersama Nelayan
Kabupaten Trenggalek meraih Otonomi Award 2007 untuk kategori khusus, dua sekaligus. Trenggalek yang dulu dianggap termiskin di Jatim itu menjadi profil daerah dengan inovasi di bidang manajemen lingkungan dan pengembangan ekonomi lokal. Berikut ulasan Hakam Sholahuddin, wartawan Radar Tulungagung (Grup Jawa Pos).
----------

Separo lebih wilayah Trenggalek berupa pegunungan, hutan, dan laut. Potensi itu menjadi kekayaan alam yang terus digali pemerintah di bawah Bupati H Soeharto. Namun, awal pemerintahan bukan menuai hasil, tetapi malah kerusakan alam serius.

Banyak hutan yang dibabat alias gundul. Bencana tanah longsor sering terjadi. Bahkan, banjir telah merendam wilayah perkotaan di Trenggalek, 2005 lalu, yang sebelumnya belum pernah terjadi.

Demikian juga dengan kerusakan di laut. Banyak nelayan, mulai Pantai Prigi, Pantai Karanggongso, Pantai Damas, ketiganya di Watulimo; Pantai Pelang, Panggul, dan Pantai Blado, Munjungan, menggantungkan dari laut, tetapi tak ramah lingkungan. Kekayaan laut hanya dikuras, tetapi pelestariannya kurang diperhatikan. Kerusakan laut terjadi di pantai-pantai tersebut. Biota laut banyak yang rusak akibat ulah nelayan yang tak ramah lingkungan.

Kondisi itu membuat pemerintah kabupaten, khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), membuat terobosan soal kelestarian lingkungan. Yang berperan penting adalah masyarakat pesisir pantai sendiri. Jika salah satu lingkungan rusak, kehidupan lain ikut berdampak pula.

Namun, DKP sadar program itu tidak bisa dilaksanakan sendiri. Keterlibatan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sangat penting.

DKP pun merancang partisipasi semua elemen, khususnya masyarakat perikanan, sebagai subjek pelestari lingkungan. Sehingga masyarakat tidak sekadar memanfaatkan alam, tetapi ikut mengatur dan melestarikannya. Intinya, lingkungan juga perlu manajemen.

"Tak bisa dibiarkan kerusakan alam ini terus terjadi. Yang namanya kekayaan alam pasti ada batasnya, laut juga begitu," kata Syuhada Abdullah, kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Trenggalek.

Untuk menjaga kelestarian alam itu, DKP yang didukung LSM terus menyosialisasikan program dan menggugah kesadaran masyarakat. Mereka membentuk gugus untuk melaksanakan program tersebut. Program ini lebih menitikberatkan peran masyarakat. Mereka tidak menjadi objek, tetapi subjek dari program tersebut.

Seperti membuat gugus daerah perlindungan laut (DPL) atau fish sanctuary. Letak DPL ini di Pantai Pasir Putih, Karanggongso, Watulimo. Daerah larangan ini berada di teluk yang menjorok seluas 81 hektare. Batas DPL ini diberi pelampung untuk mengetahui batas-batas DPL tersebut. Di daerah ini tak seorang pun nelayan boleh menangkap ikan. Mereka bersepakat terhadap keberadaan DPL. Seperti tidak boleh menangkap ikan di daerah yang masuk DPL itu. Tapi, nelayan tetap diperbolehkan masuk, sekadar melintas.

Di DPL itu, selain larangan menangkap ikan, nelayan yang tergabung dalam gugus tersebut merawat biota laut dengan cara menanam terumbu karang buatan. Terumbu-terumbu itu kini telah tumbuh. Gugus ini bernama bakau. Satu lagi, ada yang namanya gugus tangkapan. Gugus ini yang akan menangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan. Seperti mencari ikan dengan cara menyelam. Mengambil udang dan lain-lain.

"Semua nelayan membuat kesepakatan tidak akan mencari ikan di DPL ini," kata Syuhada.

Bahkan, masyarakat pun dilarang mengambil pasir besi atau pasir laut di perairan tersebut. "Pernah ada pejabat penting di Trenggalek mengambil saja tidak boleh masyarakat nelayan ini," ujarnya.

Bagi Syuhada, kelestarian lingkungan di laut sebenarnya bisa dilihat dari garis pantai. Jika di garis pantai ekosistemnya rusak, maka di dasar laut sangat mungkin terjadi kerusakan pula. Nah, pilihan DPL ini kerusakan di kehidupan dasar laut pun sudah terjadi meski belum sangat parah. Tapi, jika dibiarkan, kerusakan pasti terjadi. Akibatnya, berpulang kepada nelayan pula. Nelayan kesulitan dalam tangkapan ikannya.

Karena itulah, di pinggir pantai tersebut DKP bersama nelayan dan masyarakat menanam tanaman bakau atau mangrove. Mangrove inilah yang mempertahankan garis pantai dari kerusakan.

Tanaman bakau itu bisa menyaring racun-racun yang dari darat menuju ke laut. Selain itu, menghadang atau meredam ombak besar sehingga tidak sampai masuk ke darat. Selain itu, tanah sisa di seputar mangrove tersebut bebas dimanfaatkan masyarakat untuk dijadikan tambak ikan. (*)

No comments: