Saturday, December 29, 2007

Kepemimpinan Baru TNI



Proses regenerasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia kembali berjalan. Pimpinan baru TNI dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin.

Jenderal TNI Djoko Santoso dipercaya menempati jabatan Panglima TNI menggantikan Marsekal Djoko Suyanto. Jabatan Kepala Staf TNI Angkatan Darat yang ditinggalkan Djoko Santoso ditempati Letjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo. Sementara Kepala Staf TNI Angkatan Udara diisi Marsekal Madya Soebandrio, yang menggantikan Marsekal Herman Prayitno.

Sejak reformasi yang berjalan hampir 10 tahun, pergantian terutama pada jabatan Panglima TNI telah lima kali terjadi. Sepanjang masa itu bukan hanya proses regenerasi berjalan mulus, tetapi kemajuan yang dicapai, khususnya dalam kaitan reformasi di tubuh TNI sendiri, berjalan dengan baik.

Indikatornya bisa kita lihat dari hasil penilaian masyarakat terhadap TNI sekarang. Jajak pendapat oleh Litbang Kompas terakhir menunjukkan, masyarakat memberikan penilaian positif terhadap institusi TNI.

Kita tentunya percaya Jenderal Djoko Santoso akan melanjutkan reformasi TNI. Itu sudah ia perlihatkan ketika menjabat KSAD dengan terus meningkatkan profesionalisme prajurit dan melarang prajurit TNI terlibat dalam politik praktis.

Di tengah kondisi dan tantangan yang berubah besar baik di dalam maupun di luar negeri, tugas yang diemban TNI memang sangatlah berat. TNI bukan hanya harus mampu menyesuaikan pola sikap dan tindak dengan kondisi yang baru, tetapi harus bisa menjawab tantangan yang terus berkembang.

Menarik untuk memerhatikan pernyataan Presiden ketika kemarin juga meluncurkan bukunya yang berjudul Indonesia on the Move. Menurut Presiden, kita tidak boleh berkecil hati karena selama 10 tahun banyak kemajuan yang sudah kita capai. Hanya saja, sering kali kita tidak pernah menyadari kemajuan yang telah kita capai, baik di bidang politik, hukum, ekonomi, maupun sosial. Bahkan, yang lebih menyedihkan, semua itu salah untuk dimengerti baik oleh kita maupun bangsa lain.

Tugas kita bersama untuk meyakinkan diri kita dan juga membuat bangsa lain untuk mengerti akan apa yang telah kita lakukan dan akan ke mana kita kemudian berjalan. Itu merupakan modal bagi kita untuk bisa mencapai masa depan bersama yang lebih baik.

Termasuk tugas itu menjadi tanggung jawab TNI. Mengapa? Karena masa lalu TNI yang ikut larut dalam politik praktis membuat TNI terus disalahartikan. Seakan-akan institusi itu tetap jadi bagian dari kekuasaan.

Perbaikan terus-menerus di dalam TNI tidak mungkin bisa dilakukan apabila kita menyikapi secara apriori. Kita semua harus ikut memberikan dorongan positif bagi kelanjutan reformasi di dalam tubuh TNI.

Kita ingin menambahkan, jangan hanya tuntutan perbaikan yang kita mintakan, tetapi juga secara bersamaan kita harus memberikan kebanggaan. Termasuk tentunya kewajiban kita untuk bisa mencukupi kebutuhan prajurit agar menjadi prajurit profesional.

Pilkada 2007



DPRD Sultra Berharap

Pelantikan Gubernur Terpilih Dilaksanakan Sesuai Jadwal


KENDARI, KOMPAS - Meski penetapan Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Tenggara terkait hasil Pilkada 2007 digugat pasangan Ali Mazi-Abdul Samad, DPRD Sultra berharap pelantikan gubernur-wakil gubernur terpilih dilaksanakan sesuai dengan rencana.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hino Biohanis mengemukakan hal tersebut, Jumat (28/12) di Kendari. "Pelantikan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tenggara terpilih sebaiknya dilaksanakan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden pada 18 Januari 2008," katanya.

Sehari sebelumnya, Hino bersama pimpinan DPRD Sultra lainnya menyerahkan berkas berita acara penetapan gubernur dan wakil gubernur Sultra terpilih kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri di Jakarta. "Proses hukum silakan berlanjut, tetapi pelantikan pasangan terpilih jangan sampai terhalang. Masalahnya, proses pilkada (pemilihan kepala daerah) di Sultra telah berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan perundang- undangan," kata Hino, yang juga mantan Ketua DPD Partai Golkar Sultra.

Periode 2008-2013

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sultra dalam keputusannya bernomor 54/2007 menetapkan, Nur Alam-Saleh Lasata adalah gubernur dan wakil gubernur Sultra terpilih dalam Pilkada Sultra 2007. Keduanya akan memimpin provinsi tersebut untuk periode 2008-2013.

Pada pilkada tanggal 2 Desember 2007 itu, Nur Alam-Saleh Lasata meraih suara 42,78 persen, sedangkan Gubernur Ali Mazi yang berpasangan dengan Ketua DPRD Konawe Abdul Samad berada di urutan kedua dengan perolehan suara 39,34 persen.

Menurut ketentuan, berita acara penetapan pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih oleh KPU Sultra disampaikan ke DPRD Sultra. Selanjutnya, diteruskan ke Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Karena saat ini semua proses tersebut sudah dilangsungkan, DPRD berharap pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana. (YAS)

DPRD Percepat Pembahasan RAPBD



Jakarta, Kompas - Setelah mendapat kritik dari berbagai pihak, DPRD DKI Jakarta akhirnya mempercepat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau RAPBD dari 3 Januari 2008 menjadi 28 Desember 2007.

Pembahasan RAPBD, Jumat (28/12) di Jakarta Pusat, dimulai dengan pandangan umum dari fraksi-fraksi mengenai RAPBD yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, pekan sebelumnya.

Dalam pandangan awalnya, beberapa fraksi mempersoalkan lemahnya kemampuan pemerintah dalam mencari pendapatan daerah. Raja Natal Sitinjak, juru bicara Fraksi PDI-P, mempertanyakan ketiadaan optimisme dalam mencari dana pembangunan karena pendapatan asli daerah (PAD) 2008 hanya ditargetkan Rp 18,65 triliun atau turun Rp 458 miliar dari PAD 2007.

Juru bicara Fraksi Partai Golkar, Wilson Sirait, juga mempersoalkan minimnya pendapatan dari badan usaha milik daerah dan perusahaan patungan pemerintah provinsi (pemprov) dengan swasta. Dari 24 perusahaan patungan, hanya lima yang memberikan sumbangan PAD yang sesuai dengan target. Sementara 19 perusahaan lainnya memberi kontribusi yang mengecewakan.

Menurut anggota Fraksi Partai Demokrat, Herman Syukur, masih banyak keberatan dan koreksi yang harus dilakukan untuk memperbaiki RAPBD.

Namun, DPRD tetap akan bekerja cepat untuk membahas RAPBD agar dapat disahkan dan dicairkan pada Februari 2008.

"DPRD sadar akan keterlambatan pembahasan sehingga akan mempercepat. Pemprov juga diminta mempercepat pembahasan di tingkat eksekutif agar RAPBD dapat diajukan ke Departemen Dalam Negeri sebelum akhir Januari 2008," kata Herman.

Sementara itu, Koalisi Peduli Anggaran Jakarta menyoroti banyaknya anggaran yang tidak berpihak kepada rakyat. Arif Nur Alam, koordinator LSM Fitra, mengatakan, komponen belanja untuk gaji pegawai dan operasional pemerintahan mencapai Rp 7,3 triliun atau 36 persen dari total anggaran. Porsi itu yang paling besar dalam RAPBD 2008.

Selain itu, terdapat anggaran Rp 341 miliar yang digunakan untuk membangun 10 gedung pemerintah dan instansi vertikal perwakilan DKI Jakarta. Dana tersebut seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan sekolah, puskesmas, atau infrastruktur. (ECA)

Friday, December 21, 2007

Otonomi Daerah dan Indeks Pembangunan Manusia

Ada tiga hal yang kita perlukan untuk menaikkan indeks pembangunan manusia (IPM). Pertama, memantapkan sistem dan metode dengan kriteria yang akan dipakai untuk sanggup menghasilkan data yang akurat, jujur, adil dan benar, sehingga dapat diterima oleh setiap pihak.

Hal ini bisa dilakukan oleh BPS sendiri sebagai langkah perbaikan dan pengembangan kinerja BPS selama ini. Dalam waktu bersamaan, untuk hasil seperti itu bisa juga dilakukan oleh tim ad hoc sebagai perluasan dan penajaman salah satu kerja BPS yang sudah berjalan selama ini. Data jelas dari BPS, namun pengolahannya bisa dilakukan oleh sebuah tim atau task force.Ketika ada data yang dianggap kurang lengkap atau pengolahan yang kurang matang, tim ini bisa check dan recheck untuk kemudian mampu mewujudkan hasil yang akurat. Kedua, pemerintah pusat, khususnya pemerintah provinsi dan kota/kabupaten, sudah seharusnya membalik cara untuk meningkatkan prestasi dalam Pembangunan Manusia Indonesia (PMI).
PMI merupakan tujuan dasar dari segala bentuk pembangunan yang dilakukan dan pada intinya kita mampu mewujudkan manusia Indonesia yang siap menang dalam berkompetisi di era global. Untuk itu, sikap perubahan mindset tadi harus segera dilanjutkan untuk dibuat rencana aksi untuk memperbaiki IPM. Tentu tidak sekadar IPM-nya yang diperbaiki,apalagi diubah.Namun,dasar dan proses untuk hasil IPM yang bagus dalam menjalankan PMI itulah yang harus dikerjakan dengan baik oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Ini harus secara komprehensif, pelbagai aspek yang ikut mengisi dalam proses untuk menghasilkan IPM.

Setelah tersentak dan marah itu hendaknya muncul ide baru untuk menerapkan change management dalam mengelola pemerintahan di daerah.Tanpa ini, tampaknya skeptis untuk berhasil memperbaiki peringkat IPM.Perbaikan dan kenaikan peringkat IPM hanya salah satu akibat dari keberhasilan menjalankan PMI. Ketiga, keterlibatan nonpemerintah. Ini mencakup korporat, LSM,media massa,serta lembaga dan organisasi yang lain seperti organisasi keagamaan. Kita sudah memilih sistem demokrasi dan civil society. Konsekuensi dari sistem ini adalah keterlibatan sosial (social participation), yang di dalamnya ada bisnis, LSM, dan organisasi keagamaan serta media masa.

Tidak hanya gubernur yang harus marah dan untuk mengubah mindset, namun lembaga-lembaga ini harus demikian. Mereka bisa mengawasi jalannya pemerintahan, namun dalam waktu bersamaan, mereka juga bisa memberi kontribusi untuk menaikkan IPM sebagai hasil p e m b a n g u n a n manusia dari kinerja pemerintah, korporat, LSM, media massa, dan lainnya.

Lembaga-lembaga nonpemerintah ini juga sangat besar berkesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam kerja untuk mencapai IPM yang ideal. Dunia bisnis, jelas sekali perannya. LSM juga demikian (ketika dikelola dengan baik). Berbicara mengenai PMI, penanggulangan kemiskinan pada dasarnya hanya sebagian dan merupakan antara dalam target keberhasilannya. Atau dengan kata lain, merupakan target minimal dan antara. Sebab, tahap ini belum bisa dikatakan kemampuan anak bangsa untuk mengusai globalisasi. Toh kita sadar bahwa mengurangi, apalagi menghilangkan, kemiskinan bukanlah hal mudah dan belum cukup hanya dengan kebijakan pemerintah.

Harus bareng antara kebijakan pemerintah dan kemauan masyarakat yang sekaligus menjadi cara pandang (way of life) untuk menghilangkan kemiskinan (SINDO, Mengapa Miskin?, 22/11). Lembaga pendidikan memiliki peran dan tanggung jawab paling besar dalam menjalankan PMI. Atau justru pendidikan, termasuk pendidikan agama di dalamnya, inilah yang paling bertanggung jawab dalam proses pembangunan manusia yang salah satu hasilnya untuk menaikkan IPM dan kesuksesan masa depan. Kita tahu bahwa dengan UU tentang Pemerintahan Daerah pendidikan sudah menjadi otoritas otonomi daerah. Lalu, pendidikan yang bagaimana?

Pendidikan yang Mencerahkan sebagai Modal PMI

PMI tidak hanya dalam bidang pendidikan. Demikian pula penilaian untuk IPM juga tidak hanya tentang pendidikan. Namun, semua kriteria dan indikator dalam proses PMI tidak dapat lepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan investasi sosial jangka panjang. Pendidikan merupakan investasi untuk menghasilkan human capital atau human resources di masa mendatang.Ketika pendidikan ini mampu mencerahkan anak bangsa dan mampu menjadikan anak untuk kritis, kreatif, dan inovatif, jelas akan mampu mengantarkan kesuksesan mereka ke masa depan (SINDO, Kritis, Kreatif, dan Inovatif, 4/12; Kreativitas untuk Kreativitas?, 17 Agustus 2007).

Pendidikan juga sekaligus harus mampu bukan saja memperbaiki karakter anak dan mampu memberi modal skill untuk masa depan anak, namun sekaligus harus mampu mengubah atau membalik cara pandang yang keliru. Cara pandang (way of life) yang menjadikan anak terbelakang harus diubah atau dibalik dengan cara pandang yang menjadikan anak optimistis dan termotivasi untuk maju dan sukses ke depan (SINDO, Membalik Cara Pandang, 28/11). Anak dibikin untuk terinspirasi dengan nilai dan makna yang terkandung dalam ungkapan yang sudah menjadi biasa dimiliki.Yaitu,be the first and the best (ing ngarso sung tulodo); be creative and innovative (ing madyo mangun karso); dan support to the progress and success (tutwuri handayani) sebagai pemaknaan baru yang mampu memberi inspirasi dan motivasi kepada anak didik (SINDO, Budaya Unggul, 3/9).

Dengan modal pendidikan yang mencerahkan, anak bangsa akan mempunyai cita-cita, visi, motivasi dan optimisme untuk maju di masa datang.

Dalam waktu bersamaan, harus pula mempunyai tekad untuk menang dalam pergolakan globalisasi yang tidak dapat dihindarkan. Untuk ke sana, bukan hanya motivasi yang diberikan; namun sekaligus skill, pengetahuan-termasuk sains dan teknologi-dan nilainilai etika dan agama yang mampu membawa kemajuan dan kemenangan. Kedisiplinan, kejujuran, kerja keras, tanggung jawab, dan sejenisnya adalah nilai-nilai yang bersumber dari etika dan agama ini. Pembangunan Manusia Indonesia pada hakikatnya bukan sekadar untuk bisa bertahan hidup, namun harus juga memberi bekal anak bangsa untuk menang dalam era global, kini dan yang akan datang (SINDO, Pendidikan untuk Globalisasi, 23-24/8).(*)

Prof A Qodri Azizy PhD
Penulis buku Change Management dalam Reformasi Birokrasi
(mbs)

Sunday, December 9, 2007

Kepala Desa Ancam Lakukan Pemogokan



YOGYAKARTA, KOMPAS - Paguyuban Lurah dan Pamong Desa Ing Sedya Memetri Asrining Yogyakarta atau Ismaya Provinsi DIY mengancam akan menggerakkan anggotanya untuk mogok kerja apabila Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY tak sesuai dengan keinginan mereka, yakni Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX tetap menjabat gubernur dan wakil gubernur DIY.

Sabtu (8/12) siang, 15 perwakilan Paguyuban Lurah dan Pamong Desa Ing Sedya Memetri Asrining Yogyakarta mendatangi Paku Alam IX di ruang kerjanya, di Kompleks Kepatihan. Sebelumnya, pagi hari, 100-an anggota paguyuban itu menyatakan sikap bersama di Balai Desa Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.

Mulyadi sebagai ketua paguyuban yang juga Kepala Desa Sidomulyo, Godean, Sleman, dalam pembicaraan dengan Paku Alam IX menyatakan siap mengerahkan anggotanya ke Jakarta untuk berdemo. Mereka juga menyerahkan pernyataan sikap secara tertulis.

Isi pernyataan itu adalah pertama, menegaskan bahwa keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) haruslah tetap dipertahankan dengan Sultan sebagai gubernur dan Paku Alam sebagai wakilnya. Kedua, tidak ada pemilihan gubernur dan wakil gubernur DIY. Yang ada adalah penetapan Sultan sebagai gubernur dan Paku Alam sebagai wakil gubernur DIY.

Mulyadi menambahkan, kalau Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY tak menegaskan kedua hal itu, mereka, selain akan berdemo ke Jakarta, juga akan mogok sehingga pemerintahan desa akan terbengkalai.

Paguyuban tersebut mengklaim memiliki 7.000-an kepala desa dan pamong desa (se-DIY).

Menyikapi keinginan paguyuban itu, Paku Alam IX tidak banyak memberi komentar. Ia hanya mengucapkan terima kasih. Paku Alam menerima masukan tersebut dan berjanji akan menyampaikannya kepada Sultan.

Sultan Hamengku Buwono X tak bisa dihubungi. Kemarin Sultan masih berada di Jakarta untuk mengikuti rangkaian peringatan Hari AIDS/HIV sedunia. (PRA/RWN)

Thursday, December 6, 2007

Jokowi



Oleh : Asro Kamal Rokan

Namanya Joko Widodo, namun masyarakat Surakarta biasa memanggilnya Jokowi. Wali Kota ini populer di kalangan pedagang kaki lima (PKL) di Solo, bukan karena kekuasaannya melainkan karena pendekatannya yang simpatik dan unik.

Putra tukang kayu ini mengimpikan Solo yang bersih dan tata ruang kota yang harmonis. Tapi, itu tidak mudah. PKL menjamur. Jumlahnya mencapai 5.817 yang tersebar di ruang-ruang publik dan fasilitas umum. Monumen Perjuangan 45 Banjarsari hanya terlihat puncaknya saja. Monumen bersejarah itu tertutup kios-kios pedagang yang tak beraturan dan kumuh. Jalan juga menyempit.

Stadion olahraga Manahan Solo, sama saja. Jumlah pedagang tidak terkendali. Kios-kios bertebaran menutupi kemegahan stadion tersebut. Jalan juga menjadi sempit dan tak beraturan. Pasar-pasar tradisional juga mengalami nasib sama. Tidak tertata dengan baik.

Eksportir mebel ini ingin mengubah itu. Ia bertekad mengembalikan kemegahan masa lalu Solo, sebagai kota indah dan tertata. Tapi, bagaimana caranya. Menggusur pedagang yang telah bertahun-tahun mencari nafkah di tempat-tempat itu, jelas tidak mudah. Mereka pasti marah.

Jokowi bisa saja menggunakan alat kekuasaannya sebagai wali kota --seperti diperlihatkan banyak kepala daerah lain, bahkan dengan kekerasan-- menggusur pedagang yang berjualan di tanah bukan haknya. Apa susahnya. Buat peraturan daerah dan alat-alat kekuasaan melaksanakannya. Tutup mata dan telinga. Selesai.

Tapi tidak. Mereka juga manusia yang berhak untuk hidup. Jokowi mengundang mereka makan di kantornya. Ia mendengar semua keluhan, terus mendengar sebelum menyampaikan rencananya. Berkali-kali seperti itu, makan malam, ngobrol, dan pulang.

Setelah terus mendengar, pada pertemuan ke-57, baru Jokowi menyampaikan rencananya memindahkan pedagang ke tempat yang disediakan di Pasar Klithikan Notoharjo, Semanggi. Rencana itu disertai pemberian kios secara gratis --meski sesungguhnya pedagang tetap bayar retribusi Rp 2.500 setiap hari selama 10 tahun-- disepakati pedagang.

Jokowi memimpin sendiri pemindahan pedagang. Ia menjadikan pemindahan itu sebagai peristiwa budaya dan sejarah. Sebanyak 989 pedagang diarak bersama seribu tumpeng dari Monumen Banjarsari menuju Pasar Klithikan Notoharjo. Peristiwa Juli 2006 itu kemudian dicatat oleh Museum Rekor Indonesia (MURI). Kini, Monumen Banjarsari bersih dan tertata rapih.

Pendekatan manusiawi itu juga dilakukan ketika memindahkan pedagang di Manahan. Stadion olahraga itu kini asri dengan pepohonan hijau. Berbagai pasar tradisional --di antaranya Pasar Kembang dan Pasar Nusukan-- yang sebelumnya kumuh, ditata menjadi menarik dan sehat. Bahkan, setiap pedagang diberi celemek gratis.

Tak banyak kepala daerah seperti Jokowi. Wali Kota berusia 46 tahun ini setidaknya memperlihatkan bahwa kekuasaan jauh lebih berarti dengan wajah ramah, tidak harus garang dan menghardik. Ia juga memperlihatkan kepedulian seorang pemimpin, di saat banyak pemimpin lupa atas kepentingan apa sesungguhnya mereka mengejar kekuasaan itu.

Bangsa ini letih dan sedang tergeletak dalam carut-marut perlombaan merebut kekuasaan. Dari satu pilkada ke pilkada lain, ratusan miliar rupiah uang tidak produktif bertebaran. Setelah berkuasa, mereka mengambil kembali uang itu dari rakyat, tak peduli rakyat meraung kesakitan dan lapar. Jokowi mungkin tak berharap pujian --meski ia layak menerima itu-- karena perbaikan dan pembenahan adalah kewajiban, adalah ibadah. Kewajiban dan ibadah tidak memerlukan pujian.

Monday, December 3, 2007

Inilah Pilkada Paling Mendebarkan SULSEL


Sumber: Tribun Timur, 12 November 2007
15/11/2007 16:40

Anda ingin jadi pemenang dalam pilkada manapun di Indonesia? Caranya gampang. Pastikan dulu bahwa Anda lolos sebagai calon, setelah itu, tidak usah repot-repot, cukup memakai jasa PT Lingkaran Survei Indonesia (PT LSI). Ikuti segala yang diperintahkan lembaga ini dan hasilnya, Andalah sang pemenang. Inilah anekdot untuk keakuratan penghitungan PT LSI.

Namun bagi Direktur Eksekutif PT LSI, Denny JA, quick count Pilkada Sulsel adalah pilkada yang paling mendebarkan. "Jujur saja, quick count Pilkada Sulsel paling mendebarkan," ujarnya kepada Tribun, tadi malam. Penyebabnya ada dua. Pertama, PT LSI mengabarkan kekalahan calon yang diusung Partai Golkar di kandangnya sendiri dengan selisih yang tipis.

Dari dulu, kata Denny, Sulsel dikenal sebagai "lumbung" Golkar. Istilah "lumbung" Golkar mulai dikenal saat era kepemimpinan Akbar Tandjung, sebelum dikalahkan oleh Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar. Kedua, menurut alumnus Ohio State University, AS, ini, quick count PT LSI membuktikan bahwa survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) Saiful Mujani yang mengabarkan kemenangan Amin Syam beberapa hari sebelum pilkada tidak terbukti.

Kedua lembaga ini sebenarnya memiliki singkatan sama, LSI. Namun, agar tidak bingung, LSI Denny disingkat dengan PT LSI. Kedua lembaga ini masing-masing dikenal dengan reputasinya. Sejak satu tahun silam, publik Sulsel tahu bahwa pilkada ini juga pertarungan dua LSI, PT LSI versus LSI (Lembaga Survei Indonesia) Saiful Mujani.

PT LSI mem-back up pasangan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang dan LSI dikontrak pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly. Urutan Keempat Percayakah Anda, Syahrul yang kini memimpin perolehan suara, di awal survei PT LSI, justru berada di urutan keempat dalam hal calon terpopuler.

Sebelum memutuskan menjadi konsultan politik Syahrul, PT LSI terlebih dahulu melakukan survei awal. Survei terkait popularitas Syahrul di mata masyarakat. Survei ini dilaksanakan awal tahun lalu. Nama-nama saingan Amin, justru berada di urutan pertama dan dua. Satu nama lagi adalah tokoh Sulsel yang kini berkiprah di DPR RI. Syahrul? Satu tahun lalu, namanya berada di bawah bayang-bayang dua kandidat lain.

Kepada Tribun, Denny menceritakan, bagaimana awalnya justru ia banyak diprotes ketika memutuskan mendampingi pasangan yang diusung PAN, PDK, PDIP, dan PDS tersebut. Bahkan, saat mengumumkan hasil quick count, empat jam setelah pencoblosan, 5 November lalu, Denny menerima ratusan SMS yang mempertanyakan keakuratan hasil quick count. "Ratusan SMS (pesan singkat) ke ponsel saya dari sejumlah pejabat negara di pusat banyak mempertanyakan akurasi quick count-nya," ujarnya.

Quick count adalah metode yang dianggap paling bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk mengetahui secara cepat, tepat, dan akurat hasil suatu pemilihan yang melibatkan banyak massa. Menunggu hasil pasti, karena penghitungan memakai sistem manual, butuh waktu berhari-hari. Yang luar biasa, seperti quick count yang dilakukan sebelumnya PT LSI, untuk sementara quick count PT LSI sesuai dengan penghitungan rekapitulasi panitia penyelenggara kecamatan (PPK) Pilkada Sulsel.

Syahrul-Agus unggul sementara sebesar .. persen, nyaris sama dengan hasil quick count sebesar 40,72 persen. Denny sudah lama menjamin, presisi hasil quick count mereka paling jauh hanya satu persen kurang atau lebih dengan hasil penghitungan KPU. "Kini semua terbukti. Seorang teman menyatakan, pilkada Sulsel melahirkan dua pemenang. Pemenang pertama Syahrul Yasin Limpo mengalahkan Amin Syam. Pemenang kedua LSI Denny JA mengalahkan LSI Saiful Mujani," kata Denny.

Program Pilkada Apakah semua quick count selalu tepat? Tidak juga. Di Pilkada Jakarta, Agustus lalu, dari sembilan lembaga yang melakukan quick count, PT LSI yang paling mendekati hasil akhir versi KPU. Hasil quick count PT LSI memenangkan pasangan Fauzi Bowo-Prijanto dengan keunggulan 58,52 persen. Hasil akhir penghitungan KPU, pasangan ini menang dengan keunggulan 57,87 atau presisi sebesar 0,35 persen.

Sedangkan lembaga lainnya rata-rata di atas 10 persen. Bahkan, ada satu lembaga yang tidak menjagokan Fauzi-Prijanto. Bagaimana PT LSI selalu bisa tepat? Jawabannya ada di program mereka yang disebut Program Pilkada.

Program ini adalah pendampingan atau konsultasi kepada calon yang menyewa PT LSI. PT LSI percaya suara pemilih bisa diketahui dan dideteksi. Karena itu, pola pemenangan seorang kandidat seharusnya memakai cara-cara yang rasional dan modern. "Seorang kandidat perlu mendekati pemilih dengan mengetahui terlebih dahulu karakteristik mereka, harapan, dan aspirasi mereka," ujarnya.

Program ini terbagi dalam tiga bagian besar, memetakan suara, mempengaruhi suara, dan menjaga suara. Memetakan suara berarti mengetahui secara tepat dukungan pemilih. Pertama-tama harus diidentifikasi popularitas ( pengenalan terhadap kandidat), preferensi pemilih, kelebihan, dan kelemahan kandidat dan lawan-lawannya.

"Kandidat juga perlu mengetahui isu-isu populer, kebijakan yang diinginkan oleh pemilih dan sebagainya," kata Denny. Setelah tingkat popularitas dan besar dukungan dari kandidat diketahui, dilakukan langkah intervensi untuk mempengaruhi suara. Jika kandidat sudah menempati urutan teratas, intervensi dilakukan untuk mempertahankan posisi kandidat. Jika belum, intervensi dilakukan untuk meningkatkan suara hingga kandidat menjadi nomor teratas.

Namun, namanya politik, apapun bisa terjadi. "Kemenangan yang sudah diraih bisa dipotong lewat manipulasi politik, misalnya dengan kecurangan yang dilakukan pihak lawan. Karena itu kemenangan harus dijaga," kata alumnus PhD dari Ohio State University, Amerika Serikat, tersebut.

Faktor Kemenangan “Sayang”


Pilkada SULSEL
Sumber: Fajar, 12 November 2007
15/11/2007 16:37

MESKI agak mulur sekitar dua jam dari waktu yang dijanjikan, akhirnya pukul 17.00 Wita, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengumumkan hasil quick count-nya yang mengunggulkan pasangan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang.Pasangan yang akrab disingkat Sayang ini, memperoleh 40.72 persen, sedang Amin-Mansyur (Asmara) meraih 37.13 persen, disusul Aziz-Mubyl 22.15 persen.

Tentu ada pihak merasa kurang sreg dengan data yang ditampilkan LSI itu. Tetapi lembaga yang dipimpin Denny JA ini sudah banyak kali melakukan perhitungan sejenis dalam berbagai pilkada, baik pada pilkada bupati/walikota maupun pada pilkada gubernur, termasuk pemilu untuk legislatif dan pemilu presiden.

Hasilnya sangat akurat. Bahkan hanya berbeda antara 0,6 sampai 1,0 persen dengan hasil perhitungan yang dibuat oleh KPU. Ketidakenakan pihak tertentu atas data QC bisa disebabkan dua hal. Pertama, pihak yang kontra benar-benar tidak mengetahui metode quick count. Kedua, bisa juga mereka sudah tahu, tetapi tidak mau menerima kenyataan jika data QC diumumkan.

Jelasnya, LSI yang punya reputasi di bidang political research tidak mau kehilangan nama hanya karena kepentingan satu orang dari 31 gubernur, sekitar 400 bupati/walikota, anggota DPR/DPD dan pemilu Presiden di Indonesia yang berpotensi sebagai pasarnya. Para calon gubernur dan bupati/walikota sudah antre untuk memesan jasa survei LSI.

Untuk kasus Sulawesi Selatan, perusahaan ini telah menyebar dan membayar ratusan relawan dua bulan sebelumnya (setelah ada penetapan TPS) untuk mengetes penetapan sampel yang digunakan. Oleh sebab itu, jika tabulasi yang dibuat oleh KPU, Golkar dan PKS mampu merontokkan reputasi data LSI, maka benar-benar akan menjadi bencana lembaga ini dari kasus pilkada Sulawesi Selatan.


Keinginan Amin Syam untuk berpasangan dengan Mansyur Ramli sudah kelihatan sejak pemilihan gubernur tahun 2002 ketika sistem perwakilan DPRD masih berlaku. Karena itu, tampilnya Syahrul Yasin Limpo sebagai wakil gubernur tampaknya tidak penuh restu dari Amin Syam. Pihak pengamat senantiasa bertanya-tanya faktor ketertarikan Amin pada Mansyur, apa karena pengaruh JK atau karena Mansyur bergelar profesor dan bisa berkhotbah akan melengkapi kepemimpinan Amin yang militer madani dengan nuansa akademis dan relegius yang dimiliki Prof Dr Mansyur Ramly, MS yang ketika itu menjabat sebagai Rektor UMI.

Keputusan untuk berduet dengan Mansyur Ramly, mungkin saja bisa menciderai pihak tertentu di Unhas. Kenapa Amin tidak mencari dan menggandeng Unhas yang banyak memiliki guru besar dan doktor yang berpotensi sebagai menteri atau pejabat eselon satu.

Keengganan Amin kepada Unhas selama ini dapat dipahami (anekdot di lapangan golf; Unhas itu cocoknya pelat merah DD 1), karena Unhas memiliki banyak cadangan SDM potensial yang selalu diperhitungkan. Misalnya ketika Palaguna, ada Basri Hasanuddin yang diembus sebagai calon gubernur (terakhir menjadi Menko Kesra dan Dubes RI di Iran), dan ketika Amin ingin maju jadi Gubernur Sulsel 2002, ada Rady A Gani yang harus diperhitungkan tingkat kemampuan dan kecerdasannya (diangkat Penasihat Kepresidenan).

Oleh sebab itu, ketika Amin memutuskan untuk berduet dengan Prof Mansyur Ramly, tokoh-tokoh Unhas dapat dipahami (tentu banyak faktor lain, termasuk kaderisasi) jika umumnya memberi dukungan kepada Sayang, misalnya Basri Hasanuddin, Rady A Gani, Ahmad Amiruddin, Yunus Alkatiri, Saleh Pallu, Ambo Tuwo, Nurul Ilmi, Jeanny M Fatima, Ilmar, Maria Pandu dan juga penulis analisis ini. Sementara Syahrul dan Agus yang memrepresentasikan diri sebagai alumni Unhas mampu menggalang dan memelihara hubungan itu dengan baik.


Tampil dengan kampanye “Cerdas, Muda dan Sehat” menjadi slogan yang diidolakan oleh orang-orang muda di daerah ini. Pilihan tema ini tidak saja dilandasi pandangan teoritis bahwa populasi orang muda selamanya lebih besar daripada orangtua, karena itu merebut pemuda-pemudi adalah awal kemenangan. Kandidat muda dan cerdas, juga menjadi tumpuan harapan agar bisa lebih energik dan kreatif, sehingga dari dia diharapkan tumbuh ide-ide yang brilian dan inovatif untuk melakukan perubahan.

Selain itu slogan ini secara terselubung dinilai provokatif yang menyerang lawan beratnya --Amin yang selama ini dipersonifikasi sakit-sakitan, meski tim kampanye Amin cukup gencar melawan isu ini dengan berbagai foto aktivitas olahraga Amin. Di sini tim kampanye Asmara terseret dan kehabisan waktu hanya untuk menangkis serangan itu.

Ibaratnya sebuah pertarungan boxing di mana tim Sayang tampil dengan lincah dan memukau dengan jab-jab yang memancing masuk lalu menjepit, serta mengelak pada saat tim Asmara menyerang. Tim Asmara ikut larut mengikuti pola permainan tim Sayang, pada saat mana Sayang memanfatkan injure time untuk melakukan door to door (teori; komunikasi interpersonal lebih berpotensi mengubah perilaku daripada media massa) dan promosi doktor, sehingga Syahrul kembali memetik satu poin pada saat kampanye sudah ditutup.

Kesalahan lainnya adalah pernyataan pasangan Amin yang terpancing dengan slogan “cerdas” akhirnya menjadi blunder, dan menimbulkan ketidakenakan di kalangan akademisi di daerah ini, dan sekaligus menjadi penilaian tersendiri bagi Asmara. Dan konon pernyataan itu melorotkan simpati kalangan orangtua, sesepuh dan para cerdik pandai.

Kelebihan lain Syahrul adalah memanfaatkan kelemahan saingannya dengan kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga selalu tampil menunjukkan kematangan dan kearifan dengan penuh rasa hormat kepada orangtua, seniornya, guru-gurunya dan sahabat-sahabatnya, telah mendatangkan daya simpati tersendiri. Ketika Tim Asmara akan menggunakan pesawat heli, dengan rendah hati Syahrul mengatakan akan memakai kendaraan rakyat.

Dalam hubungannya dengan JK, Syahrul mampu memilihara jarak yang baik sehingga tidak pernah merasa jauh, sekalipun tim Asmara percaya diri dan memrepresentasikan JK memberi dukungan penuh kepadanya karena Golkar. Syahrul mampu mencitrakan JK sebagai tokoh yang netral, rational, dan memberi dukungan kepada semua kandidat, sekalipun ada pernyataan tokoh Golkar mengancam dengan pernyataan “Tidak Ada Hati Nurani”.

Tampil dengan wajah dalam foto agak keras dengan kumis menantang (masih bisa dibikin lebih kalem), tapi diimbangi wajah yang sejuk dari Agus Arifin Nu’mang, akhirnya pasangan ini mampu menarik simpati. Dengan slogan-slogan yang populis “Bantuka Boss” dan “Don’t Look Back” yang terpasang di mana-mana, dipresentasikan sebagai milik anak muda, meski hanya tampil dua halaman suplemen Harian Fajar dibanding dengan Amin yang tampil empat halaman.

Selain itu, mobilitas yang tinggi dengan melakukan perjalanan trip ke daerah-daerah (Gaya Bill Clinton just to say Hallo), serta jaringan (networking) dengan teman-teman kuliahnya dulu yang kini banyak menjadi birokrat pemerintahan di daerah ini, sangat membantu melalui ikatan emosional. Syahrul juga mampu mempresentasikan diri sebagai pemimpin dari semua golongan, yang tidak fanatik dan ekstrem, serta selalu menyampaikan bahwa dalam dirinya mengalir darah perpaduan dua etnis, yakni Bugis (Ajatappareng) dan Makassar (Gowa-Takalar), sehingga pada tempat-tempat yang didiami kelompok minoritas maupun daerah-daerah yang berada dalam pengaruhnya, Sayang mendulang suara yang sangat signifikan.

Akankah janji untuk mencoblos nomor tertentu tidak bisa dibuktikan, dan berubah ketika masuk bilik suara. Lagu “Jangan ada dusta di antara kita” sebaiknya diubah liriknya menjadi ”Jangan ada dendam di antara kita”. Itulah seni politik, dan itu juga fenomenal bagi orang-orang yang menggunakan akal sehatnya (cerdas) untuk memilih dengan hati nurani. Selamat buat Bung Syahrul, Gubernur Sulawesi Selatan terpilih.

Wednesday, November 21, 2007

Ada Apa dengan Pilkada Sulsel?



Oleh : S Sinansari ecip

Dosen Pascasarjana Komunikasi, Universitas Hasanuddin, Makassar


Hasil Pilkada Sulawesi Selatan (Sulsel) telah diumumkan meski masih menuai protes. Pasangan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang (disingkat 'Sayang') mendapatkan suara 1.432.572 dan pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly (disingkat 'Asmara') beroleh 1.404.910 suara. Pasangan Azis Qahhar Mudzakkar-Handaling beroleh 786.792 suara. Orang mengeluhkan kekalahan Partai Golkar, sebab Sulsel adalah sarang Golkar. Mereka lupa, pilkada memilih orang bukan memilih parpol. Bisa saja terjadi, calon yang didukung parpol besar, tidak terpilih menjadi gubernur. Pemilih menimbang ketokohan si calon, programnya, dan cara pendekatannya kepada masyarakat, bukan menimbang kebesaran parpolnya.

Ketokohan dan etnis
Amin Syam masih menduduki kursi gubernur Sulsel sekarang. Dia yang purnawirawan tentara sebelumnya pernah menjadi ketua DPRD Sulsel dan di Golkar menjabat sebagai ketua umum DPD Partai Golkar Sulsel. Prof Dr Mansyur Ramly, pernah menjabat rektor Universitas Muslim Indonesia dan menjabat eselon I di Diknas Jakarta. Amin datang dari etnis Bugis Bone sedang Mansyur Bugis Luwu.

Syahrul Yasin Limpo adalah wakil gubernur Sulsel, jabatan yang dirintisnya dari lurah, camat, dan bupati dua kali di Gowa. Dia kader Golkar tetapi bukan pengurus. Agus Arifin Nu'mang, ketua DPRD Sulsel. Jabatannya di DPD Golkar Sulsel sebagai sekretaris umum harus dilepaskannya karena dia mencalonkan diri melalui parpol lain dalam pilkada ini. Syahrul dari etnis Makassar. Yasin Limpo (TNI AD), ayahnya, pernah menjabat wakil ketua DPRD Sulsel dan menjadi pejabat sementara bupati Gowa dan bupati Maros. Agus dari etnis Bugis. Arifin Nu'mang (TNI AD), ayahnya, pernah menjabat bupati Sidrap.

Selain Golkar, yang mendukung resmi pasangan Asmara adalah Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan partai-partai kecil. Pasangan Sayang didukung oleh Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Damai Sejahtera.

Para pemilih mungkin menilai Gubernur Amin Syam kurang bisa membawa Sulsel lebih maju atau termasuk golongan yang lebih tua. Penggantinya haruslah yang lebih maju dan lebih muda. Mungkin juga Mansyur Ramli, meski pernah menjadi rektor, belum dianggap menunjukkan diri sebagai sosok yang mewakili pemimpin Sulsel. Hubungannya dengan M Jusuf Kalla sebagai ipar tiri tidak mempunyai kaitan dalam proses pemilihan ini.

Semboyan dan program
Semboyan-semboyan yang dibawakan Sayang menggoda anak-anak muda. Contohnya, Follow the right thing atau Don't look back, yang dilawan oleh Asmara dengan Please look back. Kalimat-kalimat gaul anak muda setempat juga ditampilkan, Bantuka ka', Boss atau Bantuka, Cappo. 'Muda, sehat, dan cerdas' dilawan Asmara dengan 'Pilih pemimpin cerdas bukan yang mengaku cerdas'. Program sekolah gratis dilawan dengan pendidikan gratis. Dari sudut ini, Asmara kelihatan reaktif defensif.

Program Asmara meliputi: kualitas SDM, ekonomi kewilayahan, pengelolaan SDA yang bernilai tambah, pemanfaatan dan pengembangan energi alternatif seperti biofuel, energi mengalir dan matahari, penguatan kelembagaan pemerintahan dengan fokus pada pelayanan dan pemberdayaan masyarakat disertai etika birokrasi. Selain itu, mereka juga punya program pengembangan information communication technology agar Sulsel bisa melakukan percepatan pembangunan di segala bidang dan menjadi pusat pelayanan di KTI. Program Asmara bagus tetapi tidak 'diucapkan' dalam kata-kata yang populer atau dekat dengan masyarakat. Kalimat-kalimat pendek yang mudah ditangkap dan diingat, cukup penting.

Kampanye terbesar di lakukan Sayang pada hari terakhir di Makassar (31/10). Klaim Sayang menyebutkan yang hadir sekitar 300 ribu orang, yang memacetkan kota. Kekuatan Asmara di kantong-kantong tradisional Bugis. Kampanye terbesar diklaim berlangsung di Bone 100 ribu orang dan Sidrap 50 ribu orang,

Agresif-tenang
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) adalah sebuah fenomena di Sulsel. Pendiri utamanya adalah anak Makassar, Ryaas Rasyid, seorang lurah dalam kota Makassar yang kemudian menjadi menteri. Dia jadi panutan anak-anak muda yang ingin perubahan. Ryaas masih menjadi presiden partai tersebut sekarang ini.

Makassar adalah kota besar sekaligus ibukota provinsi. Memenangkan pemilihan di kota ini adalah suatu prestasi yang membanggakan. Ini sama prestisiusnya dengan PPP dan PKS yang memenangi pemilihan legislatif di Jakarta pada awal 70-an dan pemilu legislatif yang baru lalu. Tana Toraja yang mayoritas penduduknya non-Muslim, mendukung Sayang. PDK cukup kuat di sini, ditambah PDIP dan PDS.

Program yang ditampilkan Sayang sederhana dan jelas. Selain itu, pasangan Sayang kelihatan lebih muda, bertenaga, dan agresif. Agak disayangkan tampilan Syahrul dalam tayangan TV Jakarta tampak jadul (zaman dulu alias agak kuno), terutama kaca matanya. Program yang dibawa Asmara agak abstrak bagi rakyat kecil. Selain itu, pasangan Asmara kelihatan lebih tenang dan lemah lembut. Dalam kampanye terbuka, tipe yang demikian kurang dapat menggelorakan orang.

Jika hasil yang diumumkan KPU Sulsel tidak ada perubahan, misalnya digugurkan oleh Mahkamah Agung, maka untuk pertama kalinya gubernur Sulsel dijabat oleh etnis Makassar. Pasangan tokoh lebih muda Makassar-Bugis lebih menarik bagi pemilih ketimbang pasangan lebih tua Bugis-Bugis. Meski tidak terang-terangan, tetapi dalam pemberitaan media cetak sering dilansir pada hampir satu tahun terakhir bahwa gubernur dan wakil gubernur, kurang kompak alias tidak akur. Kesan yang tertangkap adalah yang satu lebih berkuasa dibanding yang lain. Kesan itu berlanjut dapat diartikan menjadi yang satu diuntungkan. Sebagian pemilih bisa mengambil alasan, lebih baik memilih yang tidak diuntungkan. Kemenangan Sayang bukan berarti secara partai, Golkar kalah di Sulsel, apalagi oleh PDIP

Monday, October 22, 2007

Tata Pemerintahan


Depdagri Pertegas Aturan Administrasi Keuangan

Jakarta, Kompas - Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Jumat (19/10) di Jakarta, menjanjikan akan menyempurnakan Peraturan Mendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mempertegas aturan administrasi keuangan itu. Ia juga menyatakan tidak akan memberikan toleransi kepada pengguna anggaran yang melanggar aturan administrasi keuangan.

Mardiyanto mencontohkan kalimat seperti "pengeluaran yang tidak boleh terus-menerus", "bantuan sosial yang tidak boleh terus-menerus", "di luar batas kepatutan", dan "dalam batas kewajaran" yang masih ada dalam Peraturan Mendagri No 13/2006 adalah kalimat yang multitafsir. "Kalimat itu harus tegas, yaitu sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dan atas persetujuan dan keputusan kepala daerah. Itu lebih konkret. Jadi, memang, aturan yang multitafsir itu harus dihilangkan," katanya.

Mardiyanto mengutarakan pula, jika pemerintah daerah mematuhi semua aturan dengan pertanggungjawaban yang riil dan sesuai dengan peruntukan, tidak ada lagi penyimpangan keuangan daerah. Beberapa waktu lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (PBPK) menyebutkan, dari 362 laporan keuangan pemerintah daerah, ada dana Rp 40,41 triliun yang digunakan tidak sesuai peruntukan sehingga terjadi pemborosan dan merugikan keuangan negara.

"Saya memahami, aturan keuangan itu mengikat, tetapi kadang-kadang ada yang melakukan tanpa administrasi yang benar, atau mungkin perencanaan terlalu tinggi. Sebaiknya dalam masa itu ada penambahan dan pengurangan, bisa dilakukan dalam APBD perubahan," ujar Mendagri lagi.

Menurut Mardiyanto, fleksibilitas anggaran memang dimungkinkan. "Tetapi, kalau anggaran sudah diberikan, tetapi tidak digunakan dan pertanggungjawaban yang disampaikan manipulatif, seperti yang BPK temukan, pengguna anggarannya yang harus bertanggung jawab. Saya tak menoleransi kalau yang begitu," katanya.

Mendagri mengizinkan penggunaan anggaran yang fleksibel, tetapi harus dilakukan secara disiplin dan pertanggungjawaban harus riil. "Kalau dibuat-buat, ya ketahuan. Ini yang tak disadari," ingat Mardiyanto. (SIE)

Tuesday, October 16, 2007

Tindak Pelanggar Keuangan Daerah


PP Jangan Cepat Berubah

Jakarta, Kompas - Setiap penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah oleh penanggung jawab anggaran perlu diusut tuntas dan diberi tindakan hukum karena langkah ini dapat memberikan efek jera bagi pelakunya. Ketertiban dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah harus dapat dipercepat.

"Bila temuannya jelas, korupsi harus ada tindakan hukum, jangan sekadar sanksi administratif, supaya ada efek jera untuk perbaikan kinerja. Itu perlu karena dalam era otonomi daerah ini kita ingin memberi contoh praktik terbaik dari daerah, membangun bangsa ini dari daerah," ujar Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Agung Pambudhi di Jakarta, Kamis (11/10).

Sebelumnya, Hasil Pemeriksaan Semester I-2007 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan adanya dana Rp 40,41 triliun yang dikelola daerah telah dibelanjakan pada pos-pos di luar peruntukannya. Temuan tersebut murni diperoleh dari hasil pemeriksaan 362 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD), belum termasuk temuan di badan usaha milik daerah. Total temuan BPK di seluruh entitas pengelola keuangan daerah mencapai sekitar Rp 83 triliun.

Menurut Agung, penyimpangan itu bisa disebabkan lima faktor. Pertama, telah terjadi korupsi dengan berbagai modus, mulai dari penggelembungan anggaran, kuitansi fiktif, hingga penggunaan rekening pribadi. Kedua, tidak tertib administrasi, yakni penggunaan anggaran tanpa memerhatikan ketentuan, misalnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Ketiga, lemahnya pengawasan internal Badan Pengawas Daerah yang tidak memberikan peringatan dini adanya indikasi penyimpangan. Keempat, terjadi perbedaan interpretasi antara pemerintah daerah dan BPK tentang ketentuan yang dijadikan acuan. Kelima, ada masalah pada mekanisme penyaluran dana dari pusat ke daerah.

Secara terpisah, Penasihat Badan Kerjasama Kabupaten Seluruh Indonesia (BKKSI) Alfitra Salam menegaskan, sebaiknya BPK meminta klarifikasi daerah tentang kekeliruan penggunaan anggaran itu. "Perlu diketahui apakah hanya kesalahan administrasi atau potensi korupsi," ujar Alfitra yang juga menjabat Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dan Penasihat Asosiasi DPRD Kabupaten Se-Indonesia (Adkasi).

Intervensi partai

Menurut Alfitra, ada beberapa hal yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyimpangan di daerah. Pertama, terjadi intervensi partai politik di daerah dan dari pusat yang berlebihan dalam penetapan alokasi anggaran sehingga memaksa pemerintah daerah mengakomodasi kepentingan politik itu. Kedua, ada dana pembangunan dari pusat, seperti dana dekonsentrasi yang "memerlukan" daerah memberikan setoran sehingga daerah harus mempertanggungjawabkannya.

Ketiga, bisa terjadi akibat peraturan pemerintah yang selalu berubah-ubah sehingga pemerintah daerah harus melakukan perubahan drastis. "Sering kali, belum sampai setahun sudah keluar peraturan baru lagi tentang pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu, pemerintah jangan selalu mengubah PP yang ada sehingga daerah menjadi korban PP," ujarnya.

Alfitra mengakui, sebagian besar pemerintah daerah belum siap membuat laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan negara. Kondisi itu disebabkan tenaga akuntansi di daerah sangat terbatas. Seharusnya tenaga akuntansi harus ada di setiap satuan kerja, minimal berpendidikan diploma 3 (D-3).

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri (Depdagri), seharusnya melatih tenaga akuntansi untuk setiap satuan kerja. Jika di setiap daerah (33 provinsi serta 464 kabupaten dan kota) memerlukan minimal 20 tenaga akuntansi, berarti harus melatih 9.940 orang.

"Ini tugas Badan Administrasi Keuangan Daerah Depdagri. Intinya, untuk menyikapi berbagai regulasi keuangan, daerah harus dilengkapi 9.940 tenaga akuntansi minimal berpendidikan D-3," ujar Alfitra.

Anggota BPK, Hasan Bisri, menyebutkan, masih banyak LKPD yang belum diperiksa BPK karena penyusunannya lambat. (OIN)

Pedesaan


Pemerintah Dinilai Belum Kembangkan Potensi Desa

Jakarta, Kompas - Pemerintah dinilai belum mengembangkan potensi ekonomi pedesaan secara maksimal sehingga pergerakan ekonomi di desa berjalan lambat. Kondisi ituantara lain menjadi pemicu penduduk desa mencari pekerjaan di kota yang pada akhirnya menimbulkan problem urban.

Dari pengamatan Kompas, akhir pekan lalu, potensi ekonomi di desa cukup besar untuk menggerakkan kegiatan ekonomi pedesaan. Namun, pembinaan pemerintah terhadap pengembangan ekonomi di desa masih lemah. Pembangunan infrastruktur pedesaan juga kurang.

Dari data Badan Pusat Statistik, pada Maret 2007, sebagian besar, yaitu 63,52 persen, penduduk miskin berada di pedesaan. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2007 sebanyak 37,17 juta orang.

Sebagai contoh, di Desa Pener, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, sektor pertanian serta penggalian pasir dan batu mampu menopang denyut ekonomi warga.

Menurut Bambang Arum Ridho (41), Kepala Desa Bener, jika ditekuni, setiap warga akan bisa hidup layak di desa. Sektor pertanian di desa kurang diminati disebabkan antara lain oleh perilaku anak muda saat ini yang enggan bekerja kasar dan berpanas-panas di sawah.

Sementara itu, menurut Sekretaris Desa Pener, Nuraini (38), hingga saat ini belum ada lembaga yang mewadahi petani atau warga yang menggali batu atau pasir.

Infrastruktur desa

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Padi Palawija Indonesia Arum Sabil mengungkapkan, infrastruktur irigasi di pedesaan cukup memprihatinkan. "Air mungkin ada. Tapi, kalau irigasi tidak ada, air sulit mengalir ke tanaman," katanya. Panen pun akan gagal.

Arum menambahkan, pengembangan industri skala kecil di pedesaan pun masih rendah. Selain itu, industri kecil di pedesaan (home industry) mengalami biaya tinggi produksi. "Harga BBM, kan, tinggi," katanya. Akibatnya, industri skala kecil itu sulit bergerak sehingga penyerapan tenaga kerja pun menjadi rendah.

Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal, penyerapan tenaga kerja perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN) tahun 2006 di Pulau Jawa sebanyak 28.263 orang. Jumlah itu turun dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja PMDN tahun 2005 di Pulau Jawa sebanyak 52.494 orang.

Namun, penyerapan tenaga kerja perusahaan penanaman modal asing (PMA) tahun 2006 di Pulau Jawa sebanyak 164.072 orang, naik dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja PMA tahun 2005 sebanyak 115.746 orang.

Ditinggalkan

Menurut warga Desa Neglasari, Salawu, Tasikmalaya, Jawa Barat, Dede Hermawan, ia memilih merantau ke Jakarta dan menyerahkan urusan pertanian kepada istrinya. Hasil sawah tidak dapat dinikmati dalam waktu dekat. Jika di kota, ia bisa mendapatkan uang Rp 50.000 dengan berjualan roti bakar di Depok.

Di kampung itu, sekitar 20 persen atau sekitar 60 pemuda berusia 19-30 tahun merantau dan bekerja di sektor informal di kota, seperti Jakarta dan Bogor. Sebagian besar dari mereka adalah lulusan sekolah dasar yang bekerja di Jakarta menjadi kuli bangunan, penjual roti bakar, perajin boneka, dan pedagang keliling. (A11/A09)

Friday, October 12, 2007

Peraturan daerah


1.406 Perda Direkomendasi untuk Dibatalkan

Jakarta, Kompas - Sebanyak 1.406 peraturan daerah direkomendasikan untuk dibatalkan. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri membatalkan 678 perda yang dinilai bermasalah, sedangkan yang dalam proses pembatalan sebanyak 163 perda. Mayoritas perda yang dibatalkan terkait pajak dan retribusi daerah.

Demikian dijelaskan Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah Wahiddudin Adams dalam jumpa pers di Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rabu (10/10) di Jakarta. Menurut Wahiddudin, sebanyak 5.518 peraturan daerah (perda) telah diterima dan dievaluasi. "Ini seperti puncak gunung es," ujarnya.

Ia mengatakan, ada satu perda yang dibatalkan dengan peraturan presiden (PP), yaitu ketentuan Pasal 33 Ayat (2 ) huruf N dan Pasal 34 Ayat (8) Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pemilihan Kepala Daerah di NAD.

"Dibatalkan dengan PP Nomor 87 Tahun 2006 tanggal 18 Oktober 2006. Perda atau Qanun ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh," tutur Wahiddudin.

Tanpa kajian

Wahiddudin menambahkan, Direktorat Fasilitasi Perancangan Perda yang melakukan kajian terhadap sekitar 1.500 perda provinsi dan 2.500 perda kabupaten/kota tahun 2004-2005 menemukan, dari segi teknik pembuatan perundang-undangan yang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2004, sebagian besar belum diikuti secara baik.

Jika diperhatikan, lanjut Wahiddudin, perda yang dinilai publik bermasalah itu dibuat tanpa kajian yang mendalam dan tidak melibatkan publik di dalamnya. "Terkadang pemerintah daerah membuat perda lewat jalan pendek, misalnya dibuat supaya satuan polisi pamong praja bisa menegakkan aturan itu. Padahal, misalnya, aturan itu sudah ada di Kitab Undang-undang Hukum Pidana," paparnya.

Ia melanjutkan, "Kami sedang menyusun pedoman teknis penyusunan perda yang baik, bekerja sama dengan UNDP. Kami juga melakukan penguatan peran sumber daya manusia di Kantor Wilayah Dephuk dan HAM untuk memfasilitasi penyusunan perda sejak perencanaan, persiapan, dan penyusunan."

Wahiddudin mengakui, meski memiliki tujuan baik, ada pula perda yang justru menimbulkan keresahan publik. (vin)

Thursday, October 11, 2007

Banyak Laporan Keuangan Daerah Tidak Sempurna


JAKARTA- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan beberapa laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tidak tersusun dengan baik. Dari total 467 LKPD, sebanyak 105 LKPD belum selesai diperiksa, karena dinilai belum mampu membuat laporan keuangan sesuai Undang-undang Keuangan Negara.

Hal itu terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI semester I 2007 yang diserahkan kepada DPR RI dalam rapat paripurna yang dipimpin Agung Laksono di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta Rabu (10/10).

Anggota V BPK RI Hasan Bisri mengatakan, tidak selesainya pemeriksaan LKPD disebabkan keterlambatan Pemda menyerahkan LKPD 2006 di semester I 2007.

"Pemda yang belum mampu menyusun laporan keuangan sesuai paket UU (keuangan negara). Sedangkan di UU, LKPD terdiri atas laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan penjelasan pos-pos neraca. Banyak Pemda belum bisa bikin, sehingga tak bisa diaudit sebagai audit laporan keuangan," katanya dalam jumpa pers usai paripurna.

Namun, Hasan mengakui paket UU tentang Keuangan Negara memang tak secara tegas mengatur sanksinya. Sedangkan BPK tidak mempunyai wewenang atas hal tersebut.

Dalam laporan itu, BPK menyatakan hanya tiga LKPD yang diberi opini wajar tanpa pengecualian (WTP), yaitu laporan keuangan pemerintah Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sambas, dan Pemerintah Kota Surabaya.

Sisanya, 282 LKPD diberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP), opini disclaimer untuk 58 LKPD dan Tidak Wajar pada 19 LKPD.

Transparansi

Dengan begitu, lanjut Hasan, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah masih rendah, karena LKPD yang WTP kurang dari 1 persen. BPK juga menemukan di Kabupaten Cilacap terdapat pengalihan atau pemberian hak guna bangunan ke pihak ketiga di atas hak penggunaan lahan atas nama Kawasan Industri Cilacap melebihi jangka waktu perjanjian.

Akibatnya, keuangan daerah dirugikan hingga Rp 33,02 miliar. Ketimpangan juga ditemukan pada kas daerah Kabupaten Aceh Timur yang tekor hingga Rp 106,62 miliar dan adanya kuitansi pembayaran fiktif atas biaya makan minum harian Sekda Kabupaten Purwakarta sebesar Rp 11,86 miliar.

Selain itu, Ketua BPK Anwar Nasution juga membacakan laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) dan laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL).

"BPK memberikan opini disclaimer atas LKPP 2006. Untuk 82 LKKL yang diperiksa, 6 LKKL diberi opini WTP, 39 LKKL dengan opini WDP, dan 37 LKKL dinyatakan disclaimer," lapornya.

BPK berencana melakukan audit terhadap dana perimbangan yang terdiri atas dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). Hasan Bisri menyatakan, audit BPK atas dana perimbangan tidak sampai ke tahap penggunaan.

"Kami ingin tahu, apakah dana perimbangan yang disalurkan pemerintah pusat diterima utuh dan masuk ke rekening yang tepat. Tahap berikutnya nanti untuk apa dana tersebut," tambahnya.

Pemeriksaan penggunaan dana perimbangan, lanjutnya, sama dengan pemeriksaan APBD yang 80 sampai 90 persen berasal dari dana pembangunan. Sebab itu, BPK akan melakukan audit penggunaan pada kesempatan lain.

Begitu juga dengan kemungkinan adanya suplus di daerah tertentu yang kemudian disimpan di sertifikat Bank Indonesia (SBI) oleh BPD. (J10-33)

Tuesday, October 9, 2007

Pemprov DKI Jakarta


Mendagri: Kembangkan Sistem Transportasi Jakarta

Jakarta, Kompas - Menteri Dalam Negeri Mardiyanto melantik Fauzi Bowo dan Prijanto sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012 di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Minggu (7/10).

Sebelum acara berlangsung terjadi tiga kali aksi unjuk rasa dari beberapa elemen rakyat miskin dan mahasiswa. Mereka menuntut perbaikan kesejahteraan dan kemudahan pendidikan bagi kaum miskin.

Pelantikan itu dihadiri sekitar 1.000 tamu undangan dan 20 perwakilan duta besar negara sahabat. Tokoh masyarakat yang hadir di antaranya Ketua Dewan Perwakilan Daerah Ginandjar Kartasasmita, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi, Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi, dan Wakil Ketua DPR AM Fatwa.

Dalam sambutannya, Mardiyanto meminta Fauzi memanfaatkan desentralisasi kekuasaan dalam otonomi daerah secara optimal.

Sebagai gubernur pemerintah provinsi di ibu kota negara, Fauzi diminta Mendagri agar menjaga dan melestarikan budaya Betawi, mengembangkan sistem transportasi guna mengatasi kemacetan, serta memperbaiki lingkungan hidup dan tata ruang Jakarta. Perbaikan saluran untuk mengurangi banjir dan peningkatan kapasitas ekonomi harus diberi prioritas dalam pembangunan Jakarta.

Mardiyanto juga memberi Fauzi tujuh pesan yang diperlukan bagi pembangunan. Pesan itu adalah wajib belajar 12 tahun harus dimulai dari Jakarta, pelayanan kesehatan bagi rakyat miskin, penciptaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang transparan dan mementingkan belanja publik, menciptakan kerja sama dengan daerah lain, mewaspadai terorisme, sinergi dengan DPRD, dan menjaga komunikasi yang baik dengan warga Jakarta.

Seusai pelantikan, Fauzi Bowo mengatakan, ia menyambut baik semua saran Mardiyanto. Sebagai wujud pelaksanaan janji saat kampanye, ia akan memberikan pelayanan lebih baik kepada warga dan membuka kesempatan komunikasi langsung dirinya dengan rakyat satu minggu sekali.

Fauzi juga mengajak semua elemen masyarakat untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam membangun Jakarta. Sebagai timbal baliknya, partisipasi publik akan diakomodasi dalam pembangunan secara langsung.

Acara pelantikan gubernur dilanjutkan dengan acara serah terima jabatan Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi DKI Jakarta dari Rini Sutiyoso kepada Sri Hartati Fauzi Bowo. (ECA/NEL)

Kemacetan Kian Membelit DKI


Tantangan Pertama bagi Gubernur Fauzi Bowo

Jakarta, Kompas - Gubernur DKI Jakarta yang baru, Fauzi Bowo, langsung dihadapkan pada masalah kemacetan yang kian membelit Jakarta. Kemacetan tidak hanya terjadi di jalan-jalan yang sedang dibangun jalur khusus bus transjakarta, tetapi juga meluas ke banyak ruas di lima wilayah Ibu Kota.

Seusai dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012, Minggu (7/10), Fauzi Bowo berjanji akan segera mengadakan inspeksi dan memperbaiki semua masalah kecil dalam pembangunan jalur bus transjakarta dan berusaha mempercepatnya. Berdasarkan pemantauannya, Fauzi menemukan beberapa kesalahan teknis pembangunan yang menciptakan tambahan hambatan jalan dan semakin memacetkan arus lalu lintas.

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Bambang Susantono dan pengamat transportasi dari Universitas Trisakti, Trisbiantara, secara terpisah memperingatkan akan terjadinya kemacetan total pada 2014. Pada saat itu luas semua kendaraan hampir sama dengan luas semua jalan di Jakarta.

Saat ini luas jalan di Jakarta sekitar 43 juta meter persegi. Pada 2014 diperkirakan pertumbuhan luas jalan menjadi 45 juta meter persegi atau sama dengan luas kebutuhan ruang tiga juta mobil. Jika benar itu terjadi, Jakarta dipastikan lumpuh. Keluar dari garasi rumah, pengguna mobil sudah dihadang kemacetan.

"Tidak ada jalan lain, pemerintah harus segera merealisasikan rencana pembatasan kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi. Ini harus diiringi dengan percepatan realisasi kebijakan penyediaan angkutan massal yang aman, nyaman, dan murah," kata Bambang.

Pengamatan yang dilakukan Kompas menunjukkan, kemacetan parah terjadi di hampir semua kawasan. Hampir tidak ada jalan alternatif yang nyaman dilalui karena semua dipadati kendaraan. Kelumpuhan lalu lintas pun tidak hanya pada jam sibuk pagi dan sore.

Pembangunan infrastruktur, mulai dari jalur bus transjakarta, terowongan, hingga jalan layang, memperparah kemacetan.

Kemacetan yang panjang dan luas menciptakan kerugian ekonomi dan sosial bagi masyarakat dan kalangan dunia usaha. Kerugian waktu, berkurangnya penumpang angkutan umum, berkurangnya pembeli di toko-toko di sekitar jalan macet, pemborosan bahan bakar, sampai kerugian sosial akibat pertemuan yang urung terjadi menjadi keluhan utama masyarakat.

"Saya harus menyediakan waktu dua sampai empat jam untuk berangkat ke kantor," kata Fran Simbolon, staf pemasaran yang berkantor di Grogol, Jakarta Barat, Sabtu (6/10).

Menurut Ketua Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) DKI Jakarta Herry Rotti, para pengusaha angkutan penumpang di dalam kota mengalami kerugian sampai Rp 1,6 miliar per hari akibat kehilangan kesempatan mengangkut penumpang.

Omzet pemilik usaha di kawasan macet juga menurun 30-60 persen. "Bagaimana orang mau mengunjungi toko kami jika untuk masuk ke jalan ini terjebak macet," kata Chun Nie, pemilik toko buah di Pinang Ranti.

Data Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta menyebutkan, pembangunan infrastruktur yang menyebabkan kemacetan jalan akan selesai Desember 2007. Pembangunan Koridor 8, 9, dan 10 akan selesai 15 Desember, sedangkan proyek jalan layang Roxy dan Yos Sudarso selesai akhir Desember.

Wakil Direktur Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Firman Santya Budi dan Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Jakarta Timur Ajun Komisaris Sigit Dany mengatakan, penyebab utama kemacetan saat ini adalah karena pembangunan jalur bus transjakarta.

"Saya mendesak Pemerintah Provinsi DKI secara transparan menjelaskan ini kepada publik. Masalah ini menjadi bom waktu bagi polisi di lapangan. Kasihan anak buah saya," kata Firman.

Tidak imbang

Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengatakan, kemacetan yang terjadi saat ini juga terjadi akibat semakin tidak imbangnya pertambahan jalan yang tidak sampai 1 persen per tahun, dengan pertambahan kendaraan pribadi sebesar 11 persen.

Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyebutkan, pada akhir 2006 jumlah mobil pribadi, barang, dan bus 2.161.653 unit dan meningkat menjadi 2.173.079 pada Maret 2007 atau bertambah 11.426 unit dalam tiga bulan. Jika ditambah dengan jumlah mobil dari Depok, Tangerang, dan Bekasi, jumlah mobil pada akhir 2006 sebanyak 2.657.430 dan bertambah 19.873 unit menjadi 2.677.303 unit pada Maret 2007.

Adapun jumlah sepeda motor di DKI naik dari 3.242.090 unit menjadi 3.325.790 unit atau bertambah 83.700 unit. Jika jumlah sepeda motor di Depok, Tangerang, dan Bekasi ditambahkan, jumlahnya naik dari 5.309.261 menjadi 5.472.335 unit atau naik 163.074 unit dalam tiga bulan.

Pada kurun waktu yang sama tidak ada pertambahan lebar dan panjang jalan di Jakarta. (eca/nel/win)

Thursday, October 4, 2007

’Polling’ pilgub tak bisa jadi ukuran


SEMARANG - Mencermati perilaku pemilih Jateng menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2008, terdapat perubahan yang cukup mengejutkan. Hal ini, merujuk pada proses pilkada yang terjadi di 35 kabupaten/kota, di mana tidak adanya garis kemenangan politik yang sebangun antara kemenangan suatu partai dalam proses pemilu dengan kemenangan di pilkada.

Direktur Institute for Media & Local Democracy Semarang, Dyah Pitaloka MA, mengatakan itu saat menjadi pembicara dalam sosialisasi calon gubernur Jateng, yang diselenggarakan Kesbanglinmas Provinsi Jateng dan BEM Polines, di kampus Tembalang, Semarang, kemarin.

Hadir dalam kesempatan itu juga Dr Ari Pradhanawati (KPU Jateng). Sementara dua orang yang diprediksikan maju dalam pilgub, yakni H Bambang Sadono SH MH dan Ir HM Tamzil MT, tidak jadi datang.

Peran parpol
Menurut Dyah, fenomena tersebut terjadi akibat berubahnya peran parpol sebagai ’’mobil pengantin’’ yang disewa calon untuk mengantarkan mempelai menuju gedung pesta perkawinan. Hal ini berbanding terbalik dengan konsepsi parpol, yang merupakan rumah masa depan yang harus dibela, dijaga, dibangun dan diperjuangkan dengan sungguh-sungguh atau dalam parodi Tukul memerlukan ’’kristalisasi keringat’’.

Dari sejumlah pilkada di kabupaten/kota, menurutnya, kepala daerah yang terpilih tidak selamanya berasal dari mereka yang dicalonkan partai pemenang pemilu. Fenomena ini, tampaknya akan membayang pula dalam proses pilgub nantinya.

Menurutnya, kekritisan pemilih da-lam menentukan calonnya sangat diperlukan untuk memperoleh sosok pemimpin yang berkompeten. Di samping itu sebagai pengawal jalannya pemilu, mulai dari mekanisme perekrutan hingga pelaksanaan pemilihan yang demokratis.

Pooling
Menyikapi berbagai polling yang dilakukan sejumlah media lokal di Jateng terhadap sejumlah calon, Ari Pradhanawati menyatakan, hasilnya tidak bisa dijadikan sebagai tolok ukur untuk melihat dukungan masyarakat terhadap calon.’’Kecuali jika survei tersebut dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), yang selalu digunakan rujukan untuk mengukur sikap respoden, karena memiliki hasil yang mendekati sesungguhnya,’’ ujarnya.

Terkait masalah sosialisasi, Ari menyatakan, memberikan kesempatan kepada parpol untuk melaksanakannya. udi-Ct
Views: 17

Pilkada


Jumlah Pemilih Jateng Naik Jadi 25,6 Juta Orang

Semarang, Kompas - Jumlah pemilih tercatat sementara hasil verifikasi pemutakhiran data penduduk di Jawa Tengah mencapai 25,6 juta orang, meningkat dibanding data pemilih pada Pemilihan Presiden 2004, yang hanya 24,03 juta orang. Penambahan jumlah pemilih yang disiapkan untuk kepentingan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jateng 2007 ini dimungkinkan setelah hasil laporan yang masuk dari lebih 25 kabupaten dan kota yang telah menyelesaikan pemilihan bupati dan wali kota dalam tiga tahun terakhir.

"Beberapa faktor memengaruhi penambahan jumlah pemilih adalah kemudahan daerah membuat kartu tanda penduduk bagi warganya dan ada pula yang gratis. Hal ini mendorong warga berbondong-bondong membuat KTP untuk dipakai mendaftar sebagai pemilih pada pilkada setempat," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng Fitriyah, Senin (16/4), di Semarang. Disebutkan, jumlah pemilih kemungkinan masih bisa berubah. Pasalnya, pemutakhiran data jumlah pemilih masih terus berlangsung. KPU Jateng bersama instansi pemerintah yang mengurusi kependudukan, didukung kabupaten dan kota, masih melakukan penelitian ulang jumlah pemilih. Proses pemutakhiran data pemilih final berakhir pada Oktober 2007 nanti.

Alokasi dana Terkait proses Pilgub 2008 nanti, Fitriyah menyatakan KPU mengalokasikan dana sebesar Rp 481 miliar tersebut karena pilkada gubernur dimungkinkan berlangsung dua putaran. Jika pilgub berlangsung dalam dua putaran serta pencalonan pasangan gubernur dan wakil gubernur dimungkinkan maksimal lima pasangan, maka perolehan suara maksimal sebesar 25 persen lebih. Berdasarkan perolehan suara partai politik pada pemilu 2004 lalu, maka terdapat tiga partai besar yang secara mandiri dapat mengusulkan pasangan bakal calon gubernur, yakni PDI-P, PKB dan Partai Golkar. Empat partai lainnya harus melakukan koalisi dengan partai lain, seperti PPP, Partai Demokrat, PKS dan Partai Amanat Nasional.

Dari partai politik yang mandiri dipastikan tiga pasangan, ditambah koalisi partai bisa muncul dua pasangan sehingga maksimal lima pasangan. Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jawa Tengah Soejatno Pedro mengemukakan kemungkinan pilgub berlangsung dua putaran bisa saja terjadi apabila calon pasangan gubernur memiliki kapabilitas yang merata. Namun, bila hanya satu putaran, maka kelebihan dana pilgub akan kembali ke kas daerah. "Artinya, dana sebesar Rp 481 miliar itu bisa juga tidak seluruhnya terpakai. Kalau hanya satu putaran saja, maka hanya sekitar Rp 380 miliar dan sisa dari dana itu kembali ke daerah," kata Soejatno. (WHO)

Setelah Mardiyanto jadi Mendagri


Peta pilgub berubah

Image
Foto : dtc
SEMARANG - Peta politik menjelang Pemilihan Gubernur (pilgub) Jateng 2008 diakui kalangan pimpinan partai politik (parpol) mengalami perubahan secara signifikan. Kendati demikian, justru diprediksi kini akan semakin terbuka calon-calon yang bakal muncul untuk masuk bursa tersebut. ”Ketika Pak Mardiyanto masih menjadi gubernur, terlihat sekali bursa pencalonan gubernur terlihat tertutup, karena masih memperhitungkan sosok Pak Mardiyanto dengan berbagai implikasi politiknya,” kata Ketua DPD PDIP Jateng, H Murdoko SH kepada Wawasan, Kamis (30/8) pagi tadi.

Diungkapkan Murdoko, Mardiyanto meskipun bukan dari orang parpol, namun mempunyai implikasi politik di Jateng. Artinya, kalangan parpol dalam mengambil kebijakan politiknya masih memperhitungkan keberadaan Mardiyanto. ”Jadi tidak aneh kalau dulu para calon gubernur masih malu-malu,” ungkap Murdoko.

Murdoko mengakui, pengalaman dari sejumlah pemilihan kepala daerah (pilkada), pejabat incumbent secara normatif politis lebih diuntungkan. Demikian halnya dengan Pilgub Jateng 2008 mendatang, pejabat incumbent yang dipegang Ali Mufiz MPA sebagai Plt gubernur akan diuntungkan posisinya.

”Tapi PDIP Jateng tetap menjalani proses pilgub ini sesuai dengan standar ketentuan partai yang sudah ditetapkan. Artinya, PDIP tetap akan membuka pendaftaran pencalonan dari masyarakat. Tidak akan mengubah ketentuan partai yang sudah ada,” ungkap dia.

Senada dikatakan Ketua DPW PAN Jateng, H Rozaq Rais yang mengakui, dengan naiknya Mardiyanto sebagai Mendagri, sedikit banyak akan mengubah peta politik di Jateng. "Apalagi Ali Mufiz yang tadinya sedikit raguragu, saat ini secara otomatis menjadi Gubernur Jateng, maka keyakinannya untuk maju dalam pilgub mendatang semakin besar," tandas dia.

Menurut Rozaq, hal ini justru merupakan kondisi politik yang diperlukan, sebagai perkembangan demokrasi di Jateng. "Sebab semakin banyak calon, rakyat akan semakin bisa memilah pilihannya, " tandas Rozaq.

Pendapat berbeda diungkapkan Ketua DPD I Partai Golkar Jateng, Bambang Sadono SH MH. Dia menilai, pascapelantikan Mardiyanto sebagai Mendagri, hal itu tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap peta politik Jateng menjelang pilgub. Apalagi, menurutnya, masyarakat Jateng sudah dapat menilai sendiri dan menentukan pilihannya. "Sehingga tidak terlalu berpengaruh, meskipun dia memegang posisi apa," terangnya.

Kian diperhitungkan
Keterangan yang dihimpun Wawasan menyebutkan, parpol di Jateng kini mulai mengubah perhitungan politiknya setelah Mardiyanto terpilih menjadi Mendagri. Parpol semakin memperhitungkan Ali Mufiz, karena menjadi pejabat incumbent.

Terlebih lagi Ali Mufiz sendiri hingga kini belum terikat dengan salah satu parpol pun, untuk pencalonan gubernur pada 2008 mendatang. Meskipun telah "ditanting" tiga kali oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk mencalonkan lewat PKB, namun Ali Mufiz belum melaksanakannya.

Ada perkiraan, gabungan parpol besar di Jateng akan mendekati Ali Mufiz. Paling tidak untuk menyaingi kekuatan calon lain yang sudah mendeklarasikan pencalonan seperti Bambang Sadono (Parai Golkar) dan HM Tamzil (PPP). udi/rth/yan-Ct

Saturday, September 22, 2007

Gubernur Yogyakarta Akan Dipilih


Dibentuk Hamengkoni Agung

Jakarta, Kompas - Dewan Perwakilan Daerah dalam sidang paripurna hari Kamis (20/9) menyetujui rancangan undang-undang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogjakarta.

Dalam usul DPD, pasangan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan dipilih secara demokratis dengan pasangan calon berasal dari jalur partai politik atau gabungan parpol serta calon perseorangan. Perubahan fundamental lainnya, Sultan Hamengku Buwono (HB) dan Paduka Paku Alam (PA) diposisikan sebagai dwitunggal yang memimpin lembaga Hamengkoni Agung.

Dalam RUU tersebut dinyatakan bahwa Hamengkoni Agung merupakan lembaga dan pusat kebudayaan serta kearifan lokal yang dipimpin Sultan HB dan Paku Alam. Keduanya memiliki hak prerogatif untuk memberikan persetujuan dan/atau pertimbangan terhadap kebijakan publik yang diselenggarakan pemerintah daerah. Urusan publik yang termasuk dalam keistimewaan Yogyakarta meliputi urusan pertanahan, pendidikan, tata ruang, kebudayaan, dan pariwisata.

Hak prerogatif yang dimiliki dwitunggal tersebut antara lain memberikan persetujuan atas calon gubernur-wakil gubernur, memberikan persetujuan atas peraturan daerah istimewa, dan mengawasi pelaksanaan wewenang yang bersifat istimewa DI Yogyakarta.

Mantan Ketua Tim Kerja RUU Subardi (DI Yogyakarta) kepada Kompas, Kamis siang, menyebutkan, titik fundamental dalam perubahan UU No 3/1950 adalah Orasi Budaya "Mengabdi untuk Pertiwi" pada 7 April 2007, di mana Sultan Hamengku Buwono X menyatakan tidak bersedia lagi menjadi Gubernur Yogyakarta. Langkah itu harus disikapi dengan perubahan segera atas UU No 3/1950 karena selama ini Hamengku Buwono dan Paku Alam secara otomatis dipilih menjadi kepala daerah.

Tidak dirangkap

Orasi tersebut membawa Yogyakarta kini mesti memiliki pemimpin pemerintahan yang tidak lagi dirangkap pemimpin kultural. "Namun, ini tidak bisa langsung dipotong begitu saja. Mesti dijembatani," kata Subardi.

Mengutip laporan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) yang dibacakan Wakil Ketua PPUU Joseph Bona Manggo (Nusa Tenggara Timur), keistimewaan Yogyakarta semula mengejawantah dalam kepemimpinan politik dwitunggal Sultan Hamengku Buwono sebagai gubernur dan Paduka Paku Alam sebagai wakil gubernur. Namun, norma itu tidak dapat diterapkan pasca-Orasi 7 April 2007.

Pengaturan keistimewaan Yogyakarta mesti disempurnakan sesuai dengan tuntutan zaman dan era reformasi. Pilar keistimewaan Yogyakarta harus dapat dirumuskan secara yuridis-formal.

Subardi berharap RUU tersebut bisa segera dibahas DPR bersama pemerintah. Pertimbangannya, pada November 2008 masa jabatan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur DI Yogyakarta berakhir. (DIK)

Menyoal Lambatnya Penyerapan APBD


Riyanto

Untuk kesekian kali diungkap terjadi pelambatan penyerapan APBD pada semester pertama setiap tahun anggaran berjalan. Terungkap juga bahwa dana APBD "diparkir" di perbankan. Nilainya cukup mengejutkan, mencapai Rp 96 triliun (Kompas, 24/8). Persoalannya, apa jalan keluarnya?

Tanpa menganalisis persoalan tersebut dengan cermat, maka instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar pemda segera memanfaatkan dana tersebut malah akan menimbulkan berbagai persoalan baru, yakni rendahnya kualitas infrastruktur ataupun memicu korupsi.

Banyak orang menengarai lambatnya penyerapan anggaran ini akibat pemberantasan korupsi. Pandangan ini menganut teori efficient grease hypothesis (EGH). Menurut teori ini, korupsi sering kali bisa menjadi "pelumas" dalam proses pelayanan publik. Toleransi terhadap penyuapan menghasilkan pelayanan publik yang cepat, sehingga pembangunan segera bisa dilaksanakan.

Beberapa hasil penelitian empiris di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Kuncoro (2004), menunjukkan bahwa teori EGH tidak berlaku untuk kasus di Indonesia. Hasil kajian Pranab Bhardan (1997) menunjukkan bahwa perilaku yang menghambat secara endogen dibuat oleh pejabat sedemikian sehingga mereka menyusun bentuk dan sejumlah hambatan agar tercipta peluang untuk korupsi.

Munculnya bibit korupsi

Ada tiga titik krusial yang berkait yang menjadi penyebab lambatnya penyerapan APBD. Tiga titik krusial tersebut adalah proses perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan APBD. Adalah benar sinyalemen Presiden bahwa lambatnya penyerapan APBD itu terkait adanya hambatan dalam pengesahan APBD. Mengapa terjadi hambatan?

Jika kita cermati mekanisme perumusan APBD sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, Peraturan Mendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Peraturan Mendagri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2007, bisa dipetakan pada titik dan proses yang mana terjadi hambatan, bagaimana hambatan tersebut terjadi, dan oleh siapa.

Untuk keperluan analisis, saya membagi proses penyusunan APBD menjadi tiga bagian. Pertama, proses musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang dimulai dari tingkat desa hingga kabupaten. Kedua, interaksi antara Bappeda dan unit-unit SKPD (Forum SKPD). Ketiga, interaksi antara eksekutif dengan DPRD.

Hasil penelitian kami di berbagai daerah menunjukkan musrenbang dan Forum SKPD sering kali tidak sinkron. Apa yang digali lewat musrenbang, yaitu usulan program dari bawah, banyak yang "hilang" ketika dalam pembahasan di Forum SKPD. Hal ini akan berlanjut dalam proses berikutnya, yakni dalam proses rancangan kebijakan umum anggaran, penetapan plafon anggaran, dan seterusnya sampai pengesahan APBD dalam forum eksekutif DPRD. Dapat dikatakan bahwa proses musrenbang hanya sebagai syarat prosedural formal untuk memenuhi syarat undang- undang.

Temuan kami di lapangan menunjukkan bahwa salah satu daerah sudah menyusun draf APBD tahun 2007 dari hasil musrenbang yang difasilitasi Bappeda yang berhasil menyusun anggaran belanja modal sebesar Rp 1,7 triliun. Namun, ketika rapat dengan Panitia Anggaran DPRD, usulan program tersebut harus digeser karena DPRD dan Tim Pemerintah mempunyai usulan program sendiri. Tarik-menarik kepentingan antara DPRD dan eksekutif juga berlangsung relatif lama dan terkadang deadlock. Dari sini kita bisa melihat bahwa lambatnya pengesahan APBD terjadi karena sejak awal, yakni sejak perumusan perda APBD, sudah muncul bibit korupsi.

Pelaksanaan APBD juga tidak kalah krusialnya. Kebiasaan yang sudah berlangsung lama ialah menunda pekerjaan yang terkait dengan APBD tahun berjalan sehingga birokrat berpeluang lebih besar menyalahgunakan APBD, karena ada kebiasaan anggaran harus dihabiskan akhir tahun.

Logika koruptif yang sudah berlangsung lama yang menghinggapi birokrasi di daerah inilah yang menyebabkan lambatnya penyerapan anggaran. Mereka menggunakan alasan pemberantasan korupsi sehingga harus hati-hati dalam melakukan tender. Namun, faktanya mereka sengaja memperlambat karena sejatinya jika semua kegiatan pembangunan menumpuk di akhir tahun anggaran dan anggaran harus dihabiskan, akan tercipta peluang korupsi.

Alternatif solusi

Seharusnya pemerintah pusat memaksa daerah untuk melakukan proses pengesahan dan pelaksanaan APBD sejak awal. Dalam jangka panjang, pemerintah harus mendorong terbentuknya civil society sebagai wahana untuk meningkatkan kualitas perencanaan, yakni meningkatkan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas proses perencanaan pembangunan.

Dengan demikian, diharapkan apa yang dikatakan oleh Bung Hatta 50 tahun lalu bisa terwujud, "Otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi juga mendorong berkembangnya prakarsa sendiri untuk mengambil keputusan mengenai kepentingan masyarakat setempat. Dengan berkembangnya prakarsa sendiri, maka tercapailah apa yang dimaksud demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga terutama memperbaiki nasibnya sendiri".

Riyanto Peneliti LPEM UI