Pencapaian Kubu Adang-Dani Prestasi Tersendiri
Jakarta, Kompas - Pasangan Fauzi Bowo-Prijanto memenangi Pilkada DKI 2008 berdasarkan penghitungan cepat yang dilakukan sejumlah lembaga independen, termasuk Litbang Kompas. Menanggapi hal itu, pasangan Adang Daradjatun-Dani Anwar menyatakan siap menerima hasil apa pun, tetapi tetap akan menunggu hasil resmi yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta.
Hasil penghitungan cepat lembaga independen menunjukkan, pasangan Fauzi-Prijanto unggul di kisaran 56-58 persen, sedangkan pasangan Adang-Dani meraih 42-44 persen.
Kemenangan ini disambut sukacita kubu Fauzi-Prijanto, yang menyebutnya sebagai "kemenangan seluruh warga Jakarta".
Fauzi menilai hasil penghitungan cepat itu dapat dipertanggungjawabkan. "Memang ada margin error. Akan tetapi, tentu itu taruhan profesionalisme mereka yang membuat quick count," katanya.
Ditanya soal kemenangannya yang tidak mutlak, Fauzi mengatakan, baginya yang penting pemenangnya sudah mendapatkan legitimasi.
"Di kota-kota besar seperti Jakarta, hasil perolehan suara dalam pilkada umumnya seperti ini, tapi yang menentukan adalah legitimasi," katanya, Rabu (8/8) malam.
Mengenai kemungkinan bahwa ia harus berbagi kekuasaan dengan 20 parpol pendukungnya, Fauzi mengatakan isu itu tidak relevan. "Bagi saya, parpol-parpol itu punya komitmen menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mengawal Pancasila sebagai dasar negara," katanya.
Bagi Adang Daradjatun, menang kalah adalah hal biasa. Ia menyatakan siap dengan hasil apa pun, tetapi meminta semua pihak untuk menunggu hasil resmi dari KPU DKI Jakarta.
"Ini semua masih proses, jadi sekarang menunggu saja hasil-hasil quick count lainnya dan penghitungan yang dilakukan tim PKS (Partai Keadilan Sejahtera)," kata Adang di kediamannya di Cipete, Rabu malam.
Adang mengaku tidak akan menyalahkan siapa pun jika memang dinyatakan kalah. "Saya bukan model orang yang kalau kalah lalu nyalahin orang," katanya sambil menambahkan, semua lembaga bebas melakukan penghitungan cepat, tetapi hasil resmi merupakan wewenang KPU DKI Jakarta.
"Tidak tegang, tidak kepikiran, ya, santai sajalah. Kalau memang kalah, saya kan masih ada istri, cucu-cucu, dan anak-anak juga," ujar Adang.
PKS petik keuntungan
Kendati pasangan Adang-Dani kalah, Rektor Universitas Paramadina Anis Rasyid Baswedan menilai PKS mendapatkan keuntungan politis yang sangat besar.
"Ibarat mesin yang dipakai pada 2004 dan akan dipakai lagi 2009, mesin partai lain tidak dipanasi, sedangkan PKS sudah diminyaki di tahun 2007 dan dengan dana orang lain," paparnya.
Anis Rasyid menilai koalisi 20 parpol gagal mengoptimalkan upayanya untuk meraih suara yang signifikan, tetapi hanya berhasil menghentikan Adang.
"Bagaimana mungkin koalisi yang menghimpun 78 persen malah mengkerut. Pemilihnya pergi ke mana?" kata Anis Rasyid sambil menegaskan, Pilkada DKI sekaligus menunjukkan pentingnya pengorganisasian partai.
Hal senada disampaikan pengamat politik Ryaas Rasyid. Menurut dia, kemenangan Fauzi sudah diprediksi sebelumnya. "Sejak awal, saya sudah yakin Fauzi unggul," kata Ryaas yang menjadi penasihat Fauzi Bowo dalam Pilkada DKI Jakarta.
Namun, angka kemenangan Fauzi di bawah target. "Kami menargetkan Fauzi menang di atas 60 persen, tapi ternyata di bawah itu. Jadi, meski Adang kalah, PKS sesungguhnya menang," ujarnya.
Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta berpandangan serupa. "Pilkada DKI ini menjadi bukti kemenangan mesin politik PKS, apalagi jika dibandingkan dengan kekuatan 20 partai politik. Pengeroyokan seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Indonesia," ujar Anis Matta.
Itu artinya, kata Anis Matta, ada perluasan basis massa PKS yang tidak semata massa Islam, tetapi meluas ke kalangan non-Islam, bahkan kalangan etnis China.
Modal besar
Namun, di sisi lain, pasangan Fauzi-Prijanto dianggap memiliki modal besar untuk mewujudkan Jakarta yang lebih baik, kata peneliti senior CSIS, J Kristiadi. Sebab, selain didukung sekitar 58 persen suara rakyat, lebih dari 70 persen suara kursi di DPRD DKI Jakarta juga ada di belakang mereka.
Fauzi juga dinilai amat mengenal Jakarta karena sudah 30 tahun menjadi birokrat, sedangkan Prijanto dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan sederhana. "Sekarang tinggal bagaimana pasangan itu bekerja dan bagaimana rakyat mengontrol mereka," tutur Kristiadi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai kemenangan Fauzi-Prijanto dipastikan akan melanjutkan kesinambungan program pembangunan kota Jakarta yang selama ini telah dijalankan.
Kesinambungan itu akan mewujudkan Jakarta sebagai ibu kota negeri yang sekaligus menjadi semacam "ruang pamer" bagi citra kondisi Indonesia secara menyeluruh. (KSP/SUT/NWO/MAM/ HAR/MZW/**)
No comments:
Post a Comment