Saturday, December 29, 2007

Kepemimpinan Baru TNI



Proses regenerasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia kembali berjalan. Pimpinan baru TNI dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin.

Jenderal TNI Djoko Santoso dipercaya menempati jabatan Panglima TNI menggantikan Marsekal Djoko Suyanto. Jabatan Kepala Staf TNI Angkatan Darat yang ditinggalkan Djoko Santoso ditempati Letjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo. Sementara Kepala Staf TNI Angkatan Udara diisi Marsekal Madya Soebandrio, yang menggantikan Marsekal Herman Prayitno.

Sejak reformasi yang berjalan hampir 10 tahun, pergantian terutama pada jabatan Panglima TNI telah lima kali terjadi. Sepanjang masa itu bukan hanya proses regenerasi berjalan mulus, tetapi kemajuan yang dicapai, khususnya dalam kaitan reformasi di tubuh TNI sendiri, berjalan dengan baik.

Indikatornya bisa kita lihat dari hasil penilaian masyarakat terhadap TNI sekarang. Jajak pendapat oleh Litbang Kompas terakhir menunjukkan, masyarakat memberikan penilaian positif terhadap institusi TNI.

Kita tentunya percaya Jenderal Djoko Santoso akan melanjutkan reformasi TNI. Itu sudah ia perlihatkan ketika menjabat KSAD dengan terus meningkatkan profesionalisme prajurit dan melarang prajurit TNI terlibat dalam politik praktis.

Di tengah kondisi dan tantangan yang berubah besar baik di dalam maupun di luar negeri, tugas yang diemban TNI memang sangatlah berat. TNI bukan hanya harus mampu menyesuaikan pola sikap dan tindak dengan kondisi yang baru, tetapi harus bisa menjawab tantangan yang terus berkembang.

Menarik untuk memerhatikan pernyataan Presiden ketika kemarin juga meluncurkan bukunya yang berjudul Indonesia on the Move. Menurut Presiden, kita tidak boleh berkecil hati karena selama 10 tahun banyak kemajuan yang sudah kita capai. Hanya saja, sering kali kita tidak pernah menyadari kemajuan yang telah kita capai, baik di bidang politik, hukum, ekonomi, maupun sosial. Bahkan, yang lebih menyedihkan, semua itu salah untuk dimengerti baik oleh kita maupun bangsa lain.

Tugas kita bersama untuk meyakinkan diri kita dan juga membuat bangsa lain untuk mengerti akan apa yang telah kita lakukan dan akan ke mana kita kemudian berjalan. Itu merupakan modal bagi kita untuk bisa mencapai masa depan bersama yang lebih baik.

Termasuk tugas itu menjadi tanggung jawab TNI. Mengapa? Karena masa lalu TNI yang ikut larut dalam politik praktis membuat TNI terus disalahartikan. Seakan-akan institusi itu tetap jadi bagian dari kekuasaan.

Perbaikan terus-menerus di dalam TNI tidak mungkin bisa dilakukan apabila kita menyikapi secara apriori. Kita semua harus ikut memberikan dorongan positif bagi kelanjutan reformasi di dalam tubuh TNI.

Kita ingin menambahkan, jangan hanya tuntutan perbaikan yang kita mintakan, tetapi juga secara bersamaan kita harus memberikan kebanggaan. Termasuk tentunya kewajiban kita untuk bisa mencukupi kebutuhan prajurit agar menjadi prajurit profesional.

Pilkada 2007



DPRD Sultra Berharap

Pelantikan Gubernur Terpilih Dilaksanakan Sesuai Jadwal


KENDARI, KOMPAS - Meski penetapan Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Tenggara terkait hasil Pilkada 2007 digugat pasangan Ali Mazi-Abdul Samad, DPRD Sultra berharap pelantikan gubernur-wakil gubernur terpilih dilaksanakan sesuai dengan rencana.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hino Biohanis mengemukakan hal tersebut, Jumat (28/12) di Kendari. "Pelantikan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tenggara terpilih sebaiknya dilaksanakan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden pada 18 Januari 2008," katanya.

Sehari sebelumnya, Hino bersama pimpinan DPRD Sultra lainnya menyerahkan berkas berita acara penetapan gubernur dan wakil gubernur Sultra terpilih kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri di Jakarta. "Proses hukum silakan berlanjut, tetapi pelantikan pasangan terpilih jangan sampai terhalang. Masalahnya, proses pilkada (pemilihan kepala daerah) di Sultra telah berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan perundang- undangan," kata Hino, yang juga mantan Ketua DPD Partai Golkar Sultra.

Periode 2008-2013

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sultra dalam keputusannya bernomor 54/2007 menetapkan, Nur Alam-Saleh Lasata adalah gubernur dan wakil gubernur Sultra terpilih dalam Pilkada Sultra 2007. Keduanya akan memimpin provinsi tersebut untuk periode 2008-2013.

Pada pilkada tanggal 2 Desember 2007 itu, Nur Alam-Saleh Lasata meraih suara 42,78 persen, sedangkan Gubernur Ali Mazi yang berpasangan dengan Ketua DPRD Konawe Abdul Samad berada di urutan kedua dengan perolehan suara 39,34 persen.

Menurut ketentuan, berita acara penetapan pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih oleh KPU Sultra disampaikan ke DPRD Sultra. Selanjutnya, diteruskan ke Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Karena saat ini semua proses tersebut sudah dilangsungkan, DPRD berharap pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana. (YAS)

DPRD Percepat Pembahasan RAPBD



Jakarta, Kompas - Setelah mendapat kritik dari berbagai pihak, DPRD DKI Jakarta akhirnya mempercepat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau RAPBD dari 3 Januari 2008 menjadi 28 Desember 2007.

Pembahasan RAPBD, Jumat (28/12) di Jakarta Pusat, dimulai dengan pandangan umum dari fraksi-fraksi mengenai RAPBD yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, pekan sebelumnya.

Dalam pandangan awalnya, beberapa fraksi mempersoalkan lemahnya kemampuan pemerintah dalam mencari pendapatan daerah. Raja Natal Sitinjak, juru bicara Fraksi PDI-P, mempertanyakan ketiadaan optimisme dalam mencari dana pembangunan karena pendapatan asli daerah (PAD) 2008 hanya ditargetkan Rp 18,65 triliun atau turun Rp 458 miliar dari PAD 2007.

Juru bicara Fraksi Partai Golkar, Wilson Sirait, juga mempersoalkan minimnya pendapatan dari badan usaha milik daerah dan perusahaan patungan pemerintah provinsi (pemprov) dengan swasta. Dari 24 perusahaan patungan, hanya lima yang memberikan sumbangan PAD yang sesuai dengan target. Sementara 19 perusahaan lainnya memberi kontribusi yang mengecewakan.

Menurut anggota Fraksi Partai Demokrat, Herman Syukur, masih banyak keberatan dan koreksi yang harus dilakukan untuk memperbaiki RAPBD.

Namun, DPRD tetap akan bekerja cepat untuk membahas RAPBD agar dapat disahkan dan dicairkan pada Februari 2008.

"DPRD sadar akan keterlambatan pembahasan sehingga akan mempercepat. Pemprov juga diminta mempercepat pembahasan di tingkat eksekutif agar RAPBD dapat diajukan ke Departemen Dalam Negeri sebelum akhir Januari 2008," kata Herman.

Sementara itu, Koalisi Peduli Anggaran Jakarta menyoroti banyaknya anggaran yang tidak berpihak kepada rakyat. Arif Nur Alam, koordinator LSM Fitra, mengatakan, komponen belanja untuk gaji pegawai dan operasional pemerintahan mencapai Rp 7,3 triliun atau 36 persen dari total anggaran. Porsi itu yang paling besar dalam RAPBD 2008.

Selain itu, terdapat anggaran Rp 341 miliar yang digunakan untuk membangun 10 gedung pemerintah dan instansi vertikal perwakilan DKI Jakarta. Dana tersebut seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan sekolah, puskesmas, atau infrastruktur. (ECA)

Friday, December 21, 2007

Otonomi Daerah dan Indeks Pembangunan Manusia

Ada tiga hal yang kita perlukan untuk menaikkan indeks pembangunan manusia (IPM). Pertama, memantapkan sistem dan metode dengan kriteria yang akan dipakai untuk sanggup menghasilkan data yang akurat, jujur, adil dan benar, sehingga dapat diterima oleh setiap pihak.

Hal ini bisa dilakukan oleh BPS sendiri sebagai langkah perbaikan dan pengembangan kinerja BPS selama ini. Dalam waktu bersamaan, untuk hasil seperti itu bisa juga dilakukan oleh tim ad hoc sebagai perluasan dan penajaman salah satu kerja BPS yang sudah berjalan selama ini. Data jelas dari BPS, namun pengolahannya bisa dilakukan oleh sebuah tim atau task force.Ketika ada data yang dianggap kurang lengkap atau pengolahan yang kurang matang, tim ini bisa check dan recheck untuk kemudian mampu mewujudkan hasil yang akurat. Kedua, pemerintah pusat, khususnya pemerintah provinsi dan kota/kabupaten, sudah seharusnya membalik cara untuk meningkatkan prestasi dalam Pembangunan Manusia Indonesia (PMI).
PMI merupakan tujuan dasar dari segala bentuk pembangunan yang dilakukan dan pada intinya kita mampu mewujudkan manusia Indonesia yang siap menang dalam berkompetisi di era global. Untuk itu, sikap perubahan mindset tadi harus segera dilanjutkan untuk dibuat rencana aksi untuk memperbaiki IPM. Tentu tidak sekadar IPM-nya yang diperbaiki,apalagi diubah.Namun,dasar dan proses untuk hasil IPM yang bagus dalam menjalankan PMI itulah yang harus dikerjakan dengan baik oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Ini harus secara komprehensif, pelbagai aspek yang ikut mengisi dalam proses untuk menghasilkan IPM.

Setelah tersentak dan marah itu hendaknya muncul ide baru untuk menerapkan change management dalam mengelola pemerintahan di daerah.Tanpa ini, tampaknya skeptis untuk berhasil memperbaiki peringkat IPM.Perbaikan dan kenaikan peringkat IPM hanya salah satu akibat dari keberhasilan menjalankan PMI. Ketiga, keterlibatan nonpemerintah. Ini mencakup korporat, LSM,media massa,serta lembaga dan organisasi yang lain seperti organisasi keagamaan. Kita sudah memilih sistem demokrasi dan civil society. Konsekuensi dari sistem ini adalah keterlibatan sosial (social participation), yang di dalamnya ada bisnis, LSM, dan organisasi keagamaan serta media masa.

Tidak hanya gubernur yang harus marah dan untuk mengubah mindset, namun lembaga-lembaga ini harus demikian. Mereka bisa mengawasi jalannya pemerintahan, namun dalam waktu bersamaan, mereka juga bisa memberi kontribusi untuk menaikkan IPM sebagai hasil p e m b a n g u n a n manusia dari kinerja pemerintah, korporat, LSM, media massa, dan lainnya.

Lembaga-lembaga nonpemerintah ini juga sangat besar berkesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam kerja untuk mencapai IPM yang ideal. Dunia bisnis, jelas sekali perannya. LSM juga demikian (ketika dikelola dengan baik). Berbicara mengenai PMI, penanggulangan kemiskinan pada dasarnya hanya sebagian dan merupakan antara dalam target keberhasilannya. Atau dengan kata lain, merupakan target minimal dan antara. Sebab, tahap ini belum bisa dikatakan kemampuan anak bangsa untuk mengusai globalisasi. Toh kita sadar bahwa mengurangi, apalagi menghilangkan, kemiskinan bukanlah hal mudah dan belum cukup hanya dengan kebijakan pemerintah.

Harus bareng antara kebijakan pemerintah dan kemauan masyarakat yang sekaligus menjadi cara pandang (way of life) untuk menghilangkan kemiskinan (SINDO, Mengapa Miskin?, 22/11). Lembaga pendidikan memiliki peran dan tanggung jawab paling besar dalam menjalankan PMI. Atau justru pendidikan, termasuk pendidikan agama di dalamnya, inilah yang paling bertanggung jawab dalam proses pembangunan manusia yang salah satu hasilnya untuk menaikkan IPM dan kesuksesan masa depan. Kita tahu bahwa dengan UU tentang Pemerintahan Daerah pendidikan sudah menjadi otoritas otonomi daerah. Lalu, pendidikan yang bagaimana?

Pendidikan yang Mencerahkan sebagai Modal PMI

PMI tidak hanya dalam bidang pendidikan. Demikian pula penilaian untuk IPM juga tidak hanya tentang pendidikan. Namun, semua kriteria dan indikator dalam proses PMI tidak dapat lepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan investasi sosial jangka panjang. Pendidikan merupakan investasi untuk menghasilkan human capital atau human resources di masa mendatang.Ketika pendidikan ini mampu mencerahkan anak bangsa dan mampu menjadikan anak untuk kritis, kreatif, dan inovatif, jelas akan mampu mengantarkan kesuksesan mereka ke masa depan (SINDO, Kritis, Kreatif, dan Inovatif, 4/12; Kreativitas untuk Kreativitas?, 17 Agustus 2007).

Pendidikan juga sekaligus harus mampu bukan saja memperbaiki karakter anak dan mampu memberi modal skill untuk masa depan anak, namun sekaligus harus mampu mengubah atau membalik cara pandang yang keliru. Cara pandang (way of life) yang menjadikan anak terbelakang harus diubah atau dibalik dengan cara pandang yang menjadikan anak optimistis dan termotivasi untuk maju dan sukses ke depan (SINDO, Membalik Cara Pandang, 28/11). Anak dibikin untuk terinspirasi dengan nilai dan makna yang terkandung dalam ungkapan yang sudah menjadi biasa dimiliki.Yaitu,be the first and the best (ing ngarso sung tulodo); be creative and innovative (ing madyo mangun karso); dan support to the progress and success (tutwuri handayani) sebagai pemaknaan baru yang mampu memberi inspirasi dan motivasi kepada anak didik (SINDO, Budaya Unggul, 3/9).

Dengan modal pendidikan yang mencerahkan, anak bangsa akan mempunyai cita-cita, visi, motivasi dan optimisme untuk maju di masa datang.

Dalam waktu bersamaan, harus pula mempunyai tekad untuk menang dalam pergolakan globalisasi yang tidak dapat dihindarkan. Untuk ke sana, bukan hanya motivasi yang diberikan; namun sekaligus skill, pengetahuan-termasuk sains dan teknologi-dan nilainilai etika dan agama yang mampu membawa kemajuan dan kemenangan. Kedisiplinan, kejujuran, kerja keras, tanggung jawab, dan sejenisnya adalah nilai-nilai yang bersumber dari etika dan agama ini. Pembangunan Manusia Indonesia pada hakikatnya bukan sekadar untuk bisa bertahan hidup, namun harus juga memberi bekal anak bangsa untuk menang dalam era global, kini dan yang akan datang (SINDO, Pendidikan untuk Globalisasi, 23-24/8).(*)

Prof A Qodri Azizy PhD
Penulis buku Change Management dalam Reformasi Birokrasi
(mbs)

Sunday, December 9, 2007

Kepala Desa Ancam Lakukan Pemogokan



YOGYAKARTA, KOMPAS - Paguyuban Lurah dan Pamong Desa Ing Sedya Memetri Asrining Yogyakarta atau Ismaya Provinsi DIY mengancam akan menggerakkan anggotanya untuk mogok kerja apabila Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY tak sesuai dengan keinginan mereka, yakni Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX tetap menjabat gubernur dan wakil gubernur DIY.

Sabtu (8/12) siang, 15 perwakilan Paguyuban Lurah dan Pamong Desa Ing Sedya Memetri Asrining Yogyakarta mendatangi Paku Alam IX di ruang kerjanya, di Kompleks Kepatihan. Sebelumnya, pagi hari, 100-an anggota paguyuban itu menyatakan sikap bersama di Balai Desa Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.

Mulyadi sebagai ketua paguyuban yang juga Kepala Desa Sidomulyo, Godean, Sleman, dalam pembicaraan dengan Paku Alam IX menyatakan siap mengerahkan anggotanya ke Jakarta untuk berdemo. Mereka juga menyerahkan pernyataan sikap secara tertulis.

Isi pernyataan itu adalah pertama, menegaskan bahwa keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) haruslah tetap dipertahankan dengan Sultan sebagai gubernur dan Paku Alam sebagai wakilnya. Kedua, tidak ada pemilihan gubernur dan wakil gubernur DIY. Yang ada adalah penetapan Sultan sebagai gubernur dan Paku Alam sebagai wakil gubernur DIY.

Mulyadi menambahkan, kalau Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY tak menegaskan kedua hal itu, mereka, selain akan berdemo ke Jakarta, juga akan mogok sehingga pemerintahan desa akan terbengkalai.

Paguyuban tersebut mengklaim memiliki 7.000-an kepala desa dan pamong desa (se-DIY).

Menyikapi keinginan paguyuban itu, Paku Alam IX tidak banyak memberi komentar. Ia hanya mengucapkan terima kasih. Paku Alam menerima masukan tersebut dan berjanji akan menyampaikannya kepada Sultan.

Sultan Hamengku Buwono X tak bisa dihubungi. Kemarin Sultan masih berada di Jakarta untuk mengikuti rangkaian peringatan Hari AIDS/HIV sedunia. (PRA/RWN)

Thursday, December 6, 2007

Jokowi



Oleh : Asro Kamal Rokan

Namanya Joko Widodo, namun masyarakat Surakarta biasa memanggilnya Jokowi. Wali Kota ini populer di kalangan pedagang kaki lima (PKL) di Solo, bukan karena kekuasaannya melainkan karena pendekatannya yang simpatik dan unik.

Putra tukang kayu ini mengimpikan Solo yang bersih dan tata ruang kota yang harmonis. Tapi, itu tidak mudah. PKL menjamur. Jumlahnya mencapai 5.817 yang tersebar di ruang-ruang publik dan fasilitas umum. Monumen Perjuangan 45 Banjarsari hanya terlihat puncaknya saja. Monumen bersejarah itu tertutup kios-kios pedagang yang tak beraturan dan kumuh. Jalan juga menyempit.

Stadion olahraga Manahan Solo, sama saja. Jumlah pedagang tidak terkendali. Kios-kios bertebaran menutupi kemegahan stadion tersebut. Jalan juga menjadi sempit dan tak beraturan. Pasar-pasar tradisional juga mengalami nasib sama. Tidak tertata dengan baik.

Eksportir mebel ini ingin mengubah itu. Ia bertekad mengembalikan kemegahan masa lalu Solo, sebagai kota indah dan tertata. Tapi, bagaimana caranya. Menggusur pedagang yang telah bertahun-tahun mencari nafkah di tempat-tempat itu, jelas tidak mudah. Mereka pasti marah.

Jokowi bisa saja menggunakan alat kekuasaannya sebagai wali kota --seperti diperlihatkan banyak kepala daerah lain, bahkan dengan kekerasan-- menggusur pedagang yang berjualan di tanah bukan haknya. Apa susahnya. Buat peraturan daerah dan alat-alat kekuasaan melaksanakannya. Tutup mata dan telinga. Selesai.

Tapi tidak. Mereka juga manusia yang berhak untuk hidup. Jokowi mengundang mereka makan di kantornya. Ia mendengar semua keluhan, terus mendengar sebelum menyampaikan rencananya. Berkali-kali seperti itu, makan malam, ngobrol, dan pulang.

Setelah terus mendengar, pada pertemuan ke-57, baru Jokowi menyampaikan rencananya memindahkan pedagang ke tempat yang disediakan di Pasar Klithikan Notoharjo, Semanggi. Rencana itu disertai pemberian kios secara gratis --meski sesungguhnya pedagang tetap bayar retribusi Rp 2.500 setiap hari selama 10 tahun-- disepakati pedagang.

Jokowi memimpin sendiri pemindahan pedagang. Ia menjadikan pemindahan itu sebagai peristiwa budaya dan sejarah. Sebanyak 989 pedagang diarak bersama seribu tumpeng dari Monumen Banjarsari menuju Pasar Klithikan Notoharjo. Peristiwa Juli 2006 itu kemudian dicatat oleh Museum Rekor Indonesia (MURI). Kini, Monumen Banjarsari bersih dan tertata rapih.

Pendekatan manusiawi itu juga dilakukan ketika memindahkan pedagang di Manahan. Stadion olahraga itu kini asri dengan pepohonan hijau. Berbagai pasar tradisional --di antaranya Pasar Kembang dan Pasar Nusukan-- yang sebelumnya kumuh, ditata menjadi menarik dan sehat. Bahkan, setiap pedagang diberi celemek gratis.

Tak banyak kepala daerah seperti Jokowi. Wali Kota berusia 46 tahun ini setidaknya memperlihatkan bahwa kekuasaan jauh lebih berarti dengan wajah ramah, tidak harus garang dan menghardik. Ia juga memperlihatkan kepedulian seorang pemimpin, di saat banyak pemimpin lupa atas kepentingan apa sesungguhnya mereka mengejar kekuasaan itu.

Bangsa ini letih dan sedang tergeletak dalam carut-marut perlombaan merebut kekuasaan. Dari satu pilkada ke pilkada lain, ratusan miliar rupiah uang tidak produktif bertebaran. Setelah berkuasa, mereka mengambil kembali uang itu dari rakyat, tak peduli rakyat meraung kesakitan dan lapar. Jokowi mungkin tak berharap pujian --meski ia layak menerima itu-- karena perbaikan dan pembenahan adalah kewajiban, adalah ibadah. Kewajiban dan ibadah tidak memerlukan pujian.

Monday, December 3, 2007

Inilah Pilkada Paling Mendebarkan SULSEL


Sumber: Tribun Timur, 12 November 2007
15/11/2007 16:40

Anda ingin jadi pemenang dalam pilkada manapun di Indonesia? Caranya gampang. Pastikan dulu bahwa Anda lolos sebagai calon, setelah itu, tidak usah repot-repot, cukup memakai jasa PT Lingkaran Survei Indonesia (PT LSI). Ikuti segala yang diperintahkan lembaga ini dan hasilnya, Andalah sang pemenang. Inilah anekdot untuk keakuratan penghitungan PT LSI.

Namun bagi Direktur Eksekutif PT LSI, Denny JA, quick count Pilkada Sulsel adalah pilkada yang paling mendebarkan. "Jujur saja, quick count Pilkada Sulsel paling mendebarkan," ujarnya kepada Tribun, tadi malam. Penyebabnya ada dua. Pertama, PT LSI mengabarkan kekalahan calon yang diusung Partai Golkar di kandangnya sendiri dengan selisih yang tipis.

Dari dulu, kata Denny, Sulsel dikenal sebagai "lumbung" Golkar. Istilah "lumbung" Golkar mulai dikenal saat era kepemimpinan Akbar Tandjung, sebelum dikalahkan oleh Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar. Kedua, menurut alumnus Ohio State University, AS, ini, quick count PT LSI membuktikan bahwa survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) Saiful Mujani yang mengabarkan kemenangan Amin Syam beberapa hari sebelum pilkada tidak terbukti.

Kedua lembaga ini sebenarnya memiliki singkatan sama, LSI. Namun, agar tidak bingung, LSI Denny disingkat dengan PT LSI. Kedua lembaga ini masing-masing dikenal dengan reputasinya. Sejak satu tahun silam, publik Sulsel tahu bahwa pilkada ini juga pertarungan dua LSI, PT LSI versus LSI (Lembaga Survei Indonesia) Saiful Mujani.

PT LSI mem-back up pasangan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang dan LSI dikontrak pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly. Urutan Keempat Percayakah Anda, Syahrul yang kini memimpin perolehan suara, di awal survei PT LSI, justru berada di urutan keempat dalam hal calon terpopuler.

Sebelum memutuskan menjadi konsultan politik Syahrul, PT LSI terlebih dahulu melakukan survei awal. Survei terkait popularitas Syahrul di mata masyarakat. Survei ini dilaksanakan awal tahun lalu. Nama-nama saingan Amin, justru berada di urutan pertama dan dua. Satu nama lagi adalah tokoh Sulsel yang kini berkiprah di DPR RI. Syahrul? Satu tahun lalu, namanya berada di bawah bayang-bayang dua kandidat lain.

Kepada Tribun, Denny menceritakan, bagaimana awalnya justru ia banyak diprotes ketika memutuskan mendampingi pasangan yang diusung PAN, PDK, PDIP, dan PDS tersebut. Bahkan, saat mengumumkan hasil quick count, empat jam setelah pencoblosan, 5 November lalu, Denny menerima ratusan SMS yang mempertanyakan keakuratan hasil quick count. "Ratusan SMS (pesan singkat) ke ponsel saya dari sejumlah pejabat negara di pusat banyak mempertanyakan akurasi quick count-nya," ujarnya.

Quick count adalah metode yang dianggap paling bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk mengetahui secara cepat, tepat, dan akurat hasil suatu pemilihan yang melibatkan banyak massa. Menunggu hasil pasti, karena penghitungan memakai sistem manual, butuh waktu berhari-hari. Yang luar biasa, seperti quick count yang dilakukan sebelumnya PT LSI, untuk sementara quick count PT LSI sesuai dengan penghitungan rekapitulasi panitia penyelenggara kecamatan (PPK) Pilkada Sulsel.

Syahrul-Agus unggul sementara sebesar .. persen, nyaris sama dengan hasil quick count sebesar 40,72 persen. Denny sudah lama menjamin, presisi hasil quick count mereka paling jauh hanya satu persen kurang atau lebih dengan hasil penghitungan KPU. "Kini semua terbukti. Seorang teman menyatakan, pilkada Sulsel melahirkan dua pemenang. Pemenang pertama Syahrul Yasin Limpo mengalahkan Amin Syam. Pemenang kedua LSI Denny JA mengalahkan LSI Saiful Mujani," kata Denny.

Program Pilkada Apakah semua quick count selalu tepat? Tidak juga. Di Pilkada Jakarta, Agustus lalu, dari sembilan lembaga yang melakukan quick count, PT LSI yang paling mendekati hasil akhir versi KPU. Hasil quick count PT LSI memenangkan pasangan Fauzi Bowo-Prijanto dengan keunggulan 58,52 persen. Hasil akhir penghitungan KPU, pasangan ini menang dengan keunggulan 57,87 atau presisi sebesar 0,35 persen.

Sedangkan lembaga lainnya rata-rata di atas 10 persen. Bahkan, ada satu lembaga yang tidak menjagokan Fauzi-Prijanto. Bagaimana PT LSI selalu bisa tepat? Jawabannya ada di program mereka yang disebut Program Pilkada.

Program ini adalah pendampingan atau konsultasi kepada calon yang menyewa PT LSI. PT LSI percaya suara pemilih bisa diketahui dan dideteksi. Karena itu, pola pemenangan seorang kandidat seharusnya memakai cara-cara yang rasional dan modern. "Seorang kandidat perlu mendekati pemilih dengan mengetahui terlebih dahulu karakteristik mereka, harapan, dan aspirasi mereka," ujarnya.

Program ini terbagi dalam tiga bagian besar, memetakan suara, mempengaruhi suara, dan menjaga suara. Memetakan suara berarti mengetahui secara tepat dukungan pemilih. Pertama-tama harus diidentifikasi popularitas ( pengenalan terhadap kandidat), preferensi pemilih, kelebihan, dan kelemahan kandidat dan lawan-lawannya.

"Kandidat juga perlu mengetahui isu-isu populer, kebijakan yang diinginkan oleh pemilih dan sebagainya," kata Denny. Setelah tingkat popularitas dan besar dukungan dari kandidat diketahui, dilakukan langkah intervensi untuk mempengaruhi suara. Jika kandidat sudah menempati urutan teratas, intervensi dilakukan untuk mempertahankan posisi kandidat. Jika belum, intervensi dilakukan untuk meningkatkan suara hingga kandidat menjadi nomor teratas.

Namun, namanya politik, apapun bisa terjadi. "Kemenangan yang sudah diraih bisa dipotong lewat manipulasi politik, misalnya dengan kecurangan yang dilakukan pihak lawan. Karena itu kemenangan harus dijaga," kata alumnus PhD dari Ohio State University, Amerika Serikat, tersebut.

Faktor Kemenangan “Sayang”


Pilkada SULSEL
Sumber: Fajar, 12 November 2007
15/11/2007 16:37

MESKI agak mulur sekitar dua jam dari waktu yang dijanjikan, akhirnya pukul 17.00 Wita, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengumumkan hasil quick count-nya yang mengunggulkan pasangan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang.Pasangan yang akrab disingkat Sayang ini, memperoleh 40.72 persen, sedang Amin-Mansyur (Asmara) meraih 37.13 persen, disusul Aziz-Mubyl 22.15 persen.

Tentu ada pihak merasa kurang sreg dengan data yang ditampilkan LSI itu. Tetapi lembaga yang dipimpin Denny JA ini sudah banyak kali melakukan perhitungan sejenis dalam berbagai pilkada, baik pada pilkada bupati/walikota maupun pada pilkada gubernur, termasuk pemilu untuk legislatif dan pemilu presiden.

Hasilnya sangat akurat. Bahkan hanya berbeda antara 0,6 sampai 1,0 persen dengan hasil perhitungan yang dibuat oleh KPU. Ketidakenakan pihak tertentu atas data QC bisa disebabkan dua hal. Pertama, pihak yang kontra benar-benar tidak mengetahui metode quick count. Kedua, bisa juga mereka sudah tahu, tetapi tidak mau menerima kenyataan jika data QC diumumkan.

Jelasnya, LSI yang punya reputasi di bidang political research tidak mau kehilangan nama hanya karena kepentingan satu orang dari 31 gubernur, sekitar 400 bupati/walikota, anggota DPR/DPD dan pemilu Presiden di Indonesia yang berpotensi sebagai pasarnya. Para calon gubernur dan bupati/walikota sudah antre untuk memesan jasa survei LSI.

Untuk kasus Sulawesi Selatan, perusahaan ini telah menyebar dan membayar ratusan relawan dua bulan sebelumnya (setelah ada penetapan TPS) untuk mengetes penetapan sampel yang digunakan. Oleh sebab itu, jika tabulasi yang dibuat oleh KPU, Golkar dan PKS mampu merontokkan reputasi data LSI, maka benar-benar akan menjadi bencana lembaga ini dari kasus pilkada Sulawesi Selatan.


Keinginan Amin Syam untuk berpasangan dengan Mansyur Ramli sudah kelihatan sejak pemilihan gubernur tahun 2002 ketika sistem perwakilan DPRD masih berlaku. Karena itu, tampilnya Syahrul Yasin Limpo sebagai wakil gubernur tampaknya tidak penuh restu dari Amin Syam. Pihak pengamat senantiasa bertanya-tanya faktor ketertarikan Amin pada Mansyur, apa karena pengaruh JK atau karena Mansyur bergelar profesor dan bisa berkhotbah akan melengkapi kepemimpinan Amin yang militer madani dengan nuansa akademis dan relegius yang dimiliki Prof Dr Mansyur Ramly, MS yang ketika itu menjabat sebagai Rektor UMI.

Keputusan untuk berduet dengan Mansyur Ramly, mungkin saja bisa menciderai pihak tertentu di Unhas. Kenapa Amin tidak mencari dan menggandeng Unhas yang banyak memiliki guru besar dan doktor yang berpotensi sebagai menteri atau pejabat eselon satu.

Keengganan Amin kepada Unhas selama ini dapat dipahami (anekdot di lapangan golf; Unhas itu cocoknya pelat merah DD 1), karena Unhas memiliki banyak cadangan SDM potensial yang selalu diperhitungkan. Misalnya ketika Palaguna, ada Basri Hasanuddin yang diembus sebagai calon gubernur (terakhir menjadi Menko Kesra dan Dubes RI di Iran), dan ketika Amin ingin maju jadi Gubernur Sulsel 2002, ada Rady A Gani yang harus diperhitungkan tingkat kemampuan dan kecerdasannya (diangkat Penasihat Kepresidenan).

Oleh sebab itu, ketika Amin memutuskan untuk berduet dengan Prof Mansyur Ramly, tokoh-tokoh Unhas dapat dipahami (tentu banyak faktor lain, termasuk kaderisasi) jika umumnya memberi dukungan kepada Sayang, misalnya Basri Hasanuddin, Rady A Gani, Ahmad Amiruddin, Yunus Alkatiri, Saleh Pallu, Ambo Tuwo, Nurul Ilmi, Jeanny M Fatima, Ilmar, Maria Pandu dan juga penulis analisis ini. Sementara Syahrul dan Agus yang memrepresentasikan diri sebagai alumni Unhas mampu menggalang dan memelihara hubungan itu dengan baik.


Tampil dengan kampanye “Cerdas, Muda dan Sehat” menjadi slogan yang diidolakan oleh orang-orang muda di daerah ini. Pilihan tema ini tidak saja dilandasi pandangan teoritis bahwa populasi orang muda selamanya lebih besar daripada orangtua, karena itu merebut pemuda-pemudi adalah awal kemenangan. Kandidat muda dan cerdas, juga menjadi tumpuan harapan agar bisa lebih energik dan kreatif, sehingga dari dia diharapkan tumbuh ide-ide yang brilian dan inovatif untuk melakukan perubahan.

Selain itu slogan ini secara terselubung dinilai provokatif yang menyerang lawan beratnya --Amin yang selama ini dipersonifikasi sakit-sakitan, meski tim kampanye Amin cukup gencar melawan isu ini dengan berbagai foto aktivitas olahraga Amin. Di sini tim kampanye Asmara terseret dan kehabisan waktu hanya untuk menangkis serangan itu.

Ibaratnya sebuah pertarungan boxing di mana tim Sayang tampil dengan lincah dan memukau dengan jab-jab yang memancing masuk lalu menjepit, serta mengelak pada saat tim Asmara menyerang. Tim Asmara ikut larut mengikuti pola permainan tim Sayang, pada saat mana Sayang memanfatkan injure time untuk melakukan door to door (teori; komunikasi interpersonal lebih berpotensi mengubah perilaku daripada media massa) dan promosi doktor, sehingga Syahrul kembali memetik satu poin pada saat kampanye sudah ditutup.

Kesalahan lainnya adalah pernyataan pasangan Amin yang terpancing dengan slogan “cerdas” akhirnya menjadi blunder, dan menimbulkan ketidakenakan di kalangan akademisi di daerah ini, dan sekaligus menjadi penilaian tersendiri bagi Asmara. Dan konon pernyataan itu melorotkan simpati kalangan orangtua, sesepuh dan para cerdik pandai.

Kelebihan lain Syahrul adalah memanfaatkan kelemahan saingannya dengan kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga selalu tampil menunjukkan kematangan dan kearifan dengan penuh rasa hormat kepada orangtua, seniornya, guru-gurunya dan sahabat-sahabatnya, telah mendatangkan daya simpati tersendiri. Ketika Tim Asmara akan menggunakan pesawat heli, dengan rendah hati Syahrul mengatakan akan memakai kendaraan rakyat.

Dalam hubungannya dengan JK, Syahrul mampu memilihara jarak yang baik sehingga tidak pernah merasa jauh, sekalipun tim Asmara percaya diri dan memrepresentasikan JK memberi dukungan penuh kepadanya karena Golkar. Syahrul mampu mencitrakan JK sebagai tokoh yang netral, rational, dan memberi dukungan kepada semua kandidat, sekalipun ada pernyataan tokoh Golkar mengancam dengan pernyataan “Tidak Ada Hati Nurani”.

Tampil dengan wajah dalam foto agak keras dengan kumis menantang (masih bisa dibikin lebih kalem), tapi diimbangi wajah yang sejuk dari Agus Arifin Nu’mang, akhirnya pasangan ini mampu menarik simpati. Dengan slogan-slogan yang populis “Bantuka Boss” dan “Don’t Look Back” yang terpasang di mana-mana, dipresentasikan sebagai milik anak muda, meski hanya tampil dua halaman suplemen Harian Fajar dibanding dengan Amin yang tampil empat halaman.

Selain itu, mobilitas yang tinggi dengan melakukan perjalanan trip ke daerah-daerah (Gaya Bill Clinton just to say Hallo), serta jaringan (networking) dengan teman-teman kuliahnya dulu yang kini banyak menjadi birokrat pemerintahan di daerah ini, sangat membantu melalui ikatan emosional. Syahrul juga mampu mempresentasikan diri sebagai pemimpin dari semua golongan, yang tidak fanatik dan ekstrem, serta selalu menyampaikan bahwa dalam dirinya mengalir darah perpaduan dua etnis, yakni Bugis (Ajatappareng) dan Makassar (Gowa-Takalar), sehingga pada tempat-tempat yang didiami kelompok minoritas maupun daerah-daerah yang berada dalam pengaruhnya, Sayang mendulang suara yang sangat signifikan.

Akankah janji untuk mencoblos nomor tertentu tidak bisa dibuktikan, dan berubah ketika masuk bilik suara. Lagu “Jangan ada dusta di antara kita” sebaiknya diubah liriknya menjadi ”Jangan ada dendam di antara kita”. Itulah seni politik, dan itu juga fenomenal bagi orang-orang yang menggunakan akal sehatnya (cerdas) untuk memilih dengan hati nurani. Selamat buat Bung Syahrul, Gubernur Sulawesi Selatan terpilih.