SETIAP kebijakan memang selalu menimbulkan pro-kontra. Itu pula yang terjadi setelah dikeluarkan dua peraturan bupati (perbup) yang mengatur tentang pelimpahan kewenangan dan tugas bupati. Berikut wawancara dengan Bupati H Djunaedi Mahendra.
-----------
Apa yang terjadi setelah ada perbup tentang kebijakan pelimpahan tugas dan kewenangan itu?
Awal-awalnya memang memunculkan pro dan kontra. Sebab, ada kekhawatiran pelimpahan itu menyebabkan kontrol dan pengawasan bupati menjadi lemah. Juga dikhawatirkan terjadi pengambilan keputusan yang tumpang tindih atau justru bertentangan antara bupati, Wabup, dan Sekda.
Apakah pro-kontra itu menjadi kendala serius?
Hingga saat ini, saya tidak menemukan kendala seperti itu. Kuncinya adalah membangun kepercayaan dan komunikasi yang fleksibel sehingga setiap saat bisa koordinasi. Kalau perlu, cukup lewat telepon.
Dengan adanya kebijakan pelimpahan tugas dan kewenangan itu, apakah tidak khawatir bupati kehilangan kewibawaan?
Mengapa harus khawatir kewibawaan akan hilang karena sebagian besar wewenang dilimpahkan ke Wabup dan Sekda? Justru menurut saya, langkah ini mendapat respons positif dari masyarakat yang mengharapkan peningkatan kualitas pelayanan.
Seperti apa sebenarnya tujuan akhir kebijakan itu?
Saya ingin menghilangkan image bupati adalah penguasa tunggal. Sebab, model manajemen seperti itu, menurut saya, tidak baik. (yup)
No comments:
Post a Comment