jakarta, kompas - Aliansi Rakyat Miskin atau ARN menuntut pembubaran Satuan Polisi Pamong Praja. Keberadaan Satpol PP dituding mengabaikan hak-hak rakyat miskin di Jakarta. Berdasarkan data ARN, dalam lima hari, 25-29 Januari 2007, terjadi 85 kali kasus kekerasan terhadap warga miskin oleh anggota Satpol PP.
"Kami sengaja membuka fakta tersebut agar diketahui masyarakat umum. Jumlah korban makin panjang jika dihitung sejak tahun-tahun sebelumnya hingga sekarang," kata Koordinator Penanggung jawab ARN Heru Suprapto, Rabu (30/5).
Rabu kemarin, ARN mengundang perwakilan dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, berbagai lembaga swadaya masyarakat, korban kekerasan Satpol PP, serta media massa.
Dalam dialog tersebut disepakati tuntutan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghentikan kekerasan terhadap warga miskin, dana penertiban dialihkan untuk dana jaminan sosial masyarakat miskin, realisasi hak memperoleh pendidikan yang layak, kesehatan, serta membuka lapangan pekerjaan baru.
Selain itu, warga miskin menuntut Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1988 tentang ketertiban masyarakat di wilayah DKI Jakarta dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2004 tentang kedudukan Satpol PP. Pencabutan dua peraturan itu bakal menghapus keberadaan Satpol PP.
Kekerasan yang dialami warga miskin, antara lain, diceritakan oleh Dedi Yansen (17), pengamen jalanan yang telah empat kali dianiaya saat penertiban. Sementara itu, sepanjang 2006-2007 ini, seorang joki three in one meninggal akibat dianiaya dan tiga lainnya dipukuli.
Raskin di Koja
Sementara warga miskin di Kelurahan Koja, Jakarta Utara, mengeluhkan, dalam dua bulan terakhir (April-Mei) tidak lagi mendapat beras jatah untuk orang miskin (raskin), yang biasanya dijatahkan 10 kg per keluarga dan ditebus Rp 1.000 per kg. "Mereka menilai pemerintah tak serius menangani kaum miskin kota," tutur Sucipto (40), warga Koja.
Keluhan itu tidak saja disampaikan warga, tetapi juga oleh sejumlah pengurus RT. Chaerudin, pengurus RT 001 RW 09, Koja, menyebutkan, pihaknya sudah mengajukan permohonan kepada aparat kelurahan, tetapi tidak ada jawaban. "Jangan sampai warga penerima raskin berunjuk rasa menuntut haknya," ujar dia. Lurah Koja Widodo mengakui, penyaluran raskin ke wilayahnya terlambat. (NEL/CAL)
No comments:
Post a Comment