Friday, October 12, 2007

Peraturan daerah


1.406 Perda Direkomendasi untuk Dibatalkan

Jakarta, Kompas - Sebanyak 1.406 peraturan daerah direkomendasikan untuk dibatalkan. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri membatalkan 678 perda yang dinilai bermasalah, sedangkan yang dalam proses pembatalan sebanyak 163 perda. Mayoritas perda yang dibatalkan terkait pajak dan retribusi daerah.

Demikian dijelaskan Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah Wahiddudin Adams dalam jumpa pers di Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rabu (10/10) di Jakarta. Menurut Wahiddudin, sebanyak 5.518 peraturan daerah (perda) telah diterima dan dievaluasi. "Ini seperti puncak gunung es," ujarnya.

Ia mengatakan, ada satu perda yang dibatalkan dengan peraturan presiden (PP), yaitu ketentuan Pasal 33 Ayat (2 ) huruf N dan Pasal 34 Ayat (8) Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pemilihan Kepala Daerah di NAD.

"Dibatalkan dengan PP Nomor 87 Tahun 2006 tanggal 18 Oktober 2006. Perda atau Qanun ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh," tutur Wahiddudin.

Tanpa kajian

Wahiddudin menambahkan, Direktorat Fasilitasi Perancangan Perda yang melakukan kajian terhadap sekitar 1.500 perda provinsi dan 2.500 perda kabupaten/kota tahun 2004-2005 menemukan, dari segi teknik pembuatan perundang-undangan yang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2004, sebagian besar belum diikuti secara baik.

Jika diperhatikan, lanjut Wahiddudin, perda yang dinilai publik bermasalah itu dibuat tanpa kajian yang mendalam dan tidak melibatkan publik di dalamnya. "Terkadang pemerintah daerah membuat perda lewat jalan pendek, misalnya dibuat supaya satuan polisi pamong praja bisa menegakkan aturan itu. Padahal, misalnya, aturan itu sudah ada di Kitab Undang-undang Hukum Pidana," paparnya.

Ia melanjutkan, "Kami sedang menyusun pedoman teknis penyusunan perda yang baik, bekerja sama dengan UNDP. Kami juga melakukan penguatan peran sumber daya manusia di Kantor Wilayah Dephuk dan HAM untuk memfasilitasi penyusunan perda sejak perencanaan, persiapan, dan penyusunan."

Wahiddudin mengakui, meski memiliki tujuan baik, ada pula perda yang justru menimbulkan keresahan publik. (vin)

No comments: