Thursday, January 31, 2008

Pemekaran Tak Terkendali



Kompas/Totok Wijayanto /
Tiga anggota Dewan asyik berbincang di antara kursi-kursi kosong saat sidang paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/1). Paripurna antara lain menyetujui 21 RUU usul inisiatif anggota Dewan tentang pembentukan daerah otonom menjadi RUU usul inisiatif DPR.
Rabu, 23 januari 2008 | 03:15 WIB

Jakarta, Kompas - Pemekaran atau pembentukan daerah otonom terus terjadi, tak bisa lagi dikendalikan. Dalam rapat paripurna, Selasa (22/1), Dewan Perwakilan Rakyat kembali menyetujui 21 rancangan undang- undang usul inisiatif anggota tentang pembentukan provinsi dan kabupaten menjadi RUU usul inisiatif DPR.

Daerah yang diusulkan untuk dibentuk itu, delapan di antaranya merupakan provinsi baru dan 13 merupakan daerah kabupaten. Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Semua fraksi menyetujui 21 RUU usul inisiatif itu secara aklamasi.

Beberapa waktu lalu, DPR juga sudah mengajukan 12 RUU pembentukan daerah otonom. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menurunkan surat presiden untuk membahas ke-12 RUU tersebut.

Padahal, saat berpidato di Dewan Perwakilan Daerah, Presiden Yudhoyono yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu sudah dua kali meminta semua pihak berani menolak usulan pemekaran.

Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum Partai Golkar juga pernah melarang partainya untuk mendukung pemekaran. Menteri Dalam Negeri Mardiyanto juga pernah menegaskan, pemerintah akan lebih selektif terhadap usulan pemekaran daerah.

Catatan Kompas, sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sampai tahun 2007, sudah terbentuk 173 daerah otonom (7 provinsi, 135 kabupaten, dan 31 kota). Selama periode 2005-2007 itu sendiri yang disetujui DPR bersama pemerintah ada 31 daerah.

Main-main

Pengamat otonomi daerah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, menilai pembentukan daerah otonom sudah sangat tidak terkendali dan membebani keuangan negara. ”Kita ini memang kelihatannya agak main-main betul,” ucap Siti.

Meski demikian, Siti berpendapat kesalahan ini tidak bisa dilemparkan ke daerah karena persoalan ini lebih disebabkan tidak adanya parameter yang jelas, proses pendampingan, dan pengawasan yang ketat.

”Di tataran realisasi, tidak ada konsistensi. Kita punya aturan bagus, tetapi sering tidak mengikat. Memang, penegakan hukum belum terjadi,” papar Siti.

Penilaian DPR terhadap pembentukan daerah otonom pun lebih didasarkan pada pendekatan kekuasaan. Akhirnya, DPR lebih merepresentansikan rakyat elite yang punya modal ketimbang rakyat banyak.

Siti berharap, ke depan, DPR benar-benar mempertanggungjawabkan keputusan yang telah dibuatnya. Dia khawatir, apabila pembentukan daerah otonom dilepas sedemikian rupa, maka akan menyebabkan negara bangkrut.

”Lobi-lobi dikurangi seminimal mungkin,” ujarnya.

Informasi yang berkembang di DPR, sampai semalam, menyebutkan beberapa fraksi sempat berencana menolak menyetujui 21 RUU usul inisiatif yang diajukan tersebut. Namun, pagi harinya berubah. Dalam pandangan umum fraksi di paripurna, semua fraksi justru menyatakan memahami dan menyetujui.

”Sampai semalam itu ada fraksi yang mau menolak. Saya juga heran kok tiba-tiba bisa semua setuju,” ucap seorang pimpinan fraksi. (sut)

No comments: