Monday, March 31, 2008

Pilkada Jabar

Agum-Nu'man Menguji Mesin Politik...
Jumat, 28 Maret 2008 | 00:20 WIB

M Hilmi Faiq

Tim Kampanye Agum Gumelar-Nu’man Abdul Hakim yakin jagoannya mampu memenangi Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Jawa Barat. Optimisme itu sungguh beralasan sebab pasangan itu didukung tujuh partai politik yang pada Pemilihan Umum 2004 meraih 8,583 juta suara atau 41,46 persen total pemilih di Jabar.

Ketujuh partai pendukung pasangan Agum-Nu’man itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Ketujuh Partai itu memiliki 42 kursi, dari 100 kursi DPRD Jabar.

Namun, suara yang diraih ketujuh partai itu tidak dapat dijadikan andalan bagi pasangan Agum-Nu’man. Sebab, fakta di berbagai daerah menunjukkan, perolehan suara partai bukan menjadi jaminan bagi setiap pasang calon kepala daerah meraih sukses dalam pilkada. Banyak calon kepala daerah yang didukung partai pemenang pemilu atau gabungan partai dengan suara terbesar di DPRD setempat gagal memenangi pilkada. Hal itu pun pasti terjadi dalam pemilihan gubernur-wakil gubernur Jabar, yang akan berlangsung pada 13 April 2008.

Sadar akan kondisi itu, kini Tim Sukses Agum-Nu’man serius menggarap pemilih di kawasan pantai utara Jabar, misalnya Kabupaten Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka. Selain itu, mereka juga serius menggarap pemilih di Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, serta Bandung Raya.

”Jika Aman (Agum-Nu’man) berhasil meraup suara yang signifikan di daerah-daerah itu, bisa dipastikan menang di daerah lainnya pula,” kata Wakil Ketua Tim Kampanye Aman, Rahadi Zakaria.

Faktor figur

Peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Iman Suhirman mengingatkan, tidak ada hubungan signifikan antara perolehan suara sebuah partai pada Pemilu 2004 dan pemilihan gubernur-wagub Jabar. Alasannya, pemilih partai tidak selalu setia dengan figur yang dicalonkan partai itu. Beberapa survei menunjukkan, rakyat cenderung memilih calon yang memiliki popularitas tinggi.

Berdasarkan survei LSI di Jabar pada 9-12 Maret 2008, Agum Gumelar terlihat sangat populer di masyarakat. Dari survei yang dilakukan di 26 kabupaten/kota itu, sebanyak 78,2 persen responden mengaku mengenal Agum. Mantan Menteri Perhubungan, yang juga pernah mencalonkan diri sebagai wakil presiden berpasangan dengan Hamzah Haz, itu mengalahkan artis Dede Yusuf yang dikenal 74,3 persen responden. Bahkan, Danny Setiawan, yang saat ini masih menjabat Gubernur Jabar, hanya dikenal oleh 47 persen responden.

Masih pada penelitian yang sama, sebanyak 48,5 persen responden mengaku akan memilih pasangan Agum-Nu’man, 25,5 persen memilih pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulandjana, 16,6 persen akan memilih pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf, dan sisanya tidak tahu. Namun, ada sebanyak 49,7 persen responden yang kemungkinan besar berubah pilihannya saat pencoblosan pada 13 April nanti.

Yang juga dapat menggerogoti sekaligus menjadi peluang mendulang suara adalah jumlah massa mengambang yang mencapai 24 persen. Dalam Pemilu 2004, sekitar 20 persen pemilih di Jabar ternyata tidak mencoblos dengan berbagai alasannya.

Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Dede Mariana menjelaskan, partai sebagai mesin politik tidak akan efektif kalau tidak mampu bersinergi. Apalagi, jika pasangan calon kepala daerah itu didukung sejumlah partai, yang secara ideologis bisa berbeda. Gejala itu terlihat, misalnya, dengan adanya ancaman dari Dewan Pengurus Cabang PBB se-Jabar mencabut dukungan karena merasa tak diperhatikan Tim Kampanye Aman.

Namun, Dede melihat pasangan Agum-Nu’man bisa memaksimalkan Nu’man yang masih menjabat Wagub Jabar. Dengan jabatan itu, Nu’man memiliki kelebihan dalam memaparkan dan merumuskan permasalahan di Jabar. Hal ini bisa menjadi terobosan dalam program Aman karena tidak semua calon gubernur dan wagub Jabar mempunyai pengalaman sekaya Nu’man tentang Jabar.

Dibandingkan Danny, kata Dede, Nu’man lebih populer. Ini bisa dilihat dari banyaknya frekuensi Nu’man berbicara di media massa. ”Nu’man itu pembuat berita, news maker,” ujarnya.

Belum lagi jaringan pesantren yang dimiliki Nu’man. Meskipun pesantren memilih netral, itu hanya secara institusional. Secara individual, masyarakat pesantren bebas menentukan pilihan. Mengingat tradisi patronase di Jabar sangat kuat, ulama atau kiai pimpinan pesantren dapat dengan mudah memengaruhi massanya. Bila ini berhasil, bisa menyumbang 10 sampai 15 persen suara.

Dede melihat, saat ini pesantren tidak hanya ada di pedesaan, tetapi juga di perkotaan. ”Pemimpin pesantren sangat efektif mendulang suara karena politik aliran di Jabar masih sangat kuat,” kstsnya.

Kelebihan Nu’man itu semakin kuat dipadu dengan popularitas Agum Gumelar. ”Yang perlu digenjot adalah meningkatkan popularitas dan mengefektifkan mesin politik. Jangan sampai parpol kontraproduktif dengan elemen lain, seperti tim relawan,” kata Dede lagi.


 

No comments: