Wednesday, November 21, 2007

Ada Apa dengan Pilkada Sulsel?



Oleh : S Sinansari ecip

Dosen Pascasarjana Komunikasi, Universitas Hasanuddin, Makassar


Hasil Pilkada Sulawesi Selatan (Sulsel) telah diumumkan meski masih menuai protes. Pasangan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang (disingkat 'Sayang') mendapatkan suara 1.432.572 dan pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly (disingkat 'Asmara') beroleh 1.404.910 suara. Pasangan Azis Qahhar Mudzakkar-Handaling beroleh 786.792 suara. Orang mengeluhkan kekalahan Partai Golkar, sebab Sulsel adalah sarang Golkar. Mereka lupa, pilkada memilih orang bukan memilih parpol. Bisa saja terjadi, calon yang didukung parpol besar, tidak terpilih menjadi gubernur. Pemilih menimbang ketokohan si calon, programnya, dan cara pendekatannya kepada masyarakat, bukan menimbang kebesaran parpolnya.

Ketokohan dan etnis
Amin Syam masih menduduki kursi gubernur Sulsel sekarang. Dia yang purnawirawan tentara sebelumnya pernah menjadi ketua DPRD Sulsel dan di Golkar menjabat sebagai ketua umum DPD Partai Golkar Sulsel. Prof Dr Mansyur Ramly, pernah menjabat rektor Universitas Muslim Indonesia dan menjabat eselon I di Diknas Jakarta. Amin datang dari etnis Bugis Bone sedang Mansyur Bugis Luwu.

Syahrul Yasin Limpo adalah wakil gubernur Sulsel, jabatan yang dirintisnya dari lurah, camat, dan bupati dua kali di Gowa. Dia kader Golkar tetapi bukan pengurus. Agus Arifin Nu'mang, ketua DPRD Sulsel. Jabatannya di DPD Golkar Sulsel sebagai sekretaris umum harus dilepaskannya karena dia mencalonkan diri melalui parpol lain dalam pilkada ini. Syahrul dari etnis Makassar. Yasin Limpo (TNI AD), ayahnya, pernah menjabat wakil ketua DPRD Sulsel dan menjadi pejabat sementara bupati Gowa dan bupati Maros. Agus dari etnis Bugis. Arifin Nu'mang (TNI AD), ayahnya, pernah menjabat bupati Sidrap.

Selain Golkar, yang mendukung resmi pasangan Asmara adalah Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan partai-partai kecil. Pasangan Sayang didukung oleh Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Damai Sejahtera.

Para pemilih mungkin menilai Gubernur Amin Syam kurang bisa membawa Sulsel lebih maju atau termasuk golongan yang lebih tua. Penggantinya haruslah yang lebih maju dan lebih muda. Mungkin juga Mansyur Ramli, meski pernah menjadi rektor, belum dianggap menunjukkan diri sebagai sosok yang mewakili pemimpin Sulsel. Hubungannya dengan M Jusuf Kalla sebagai ipar tiri tidak mempunyai kaitan dalam proses pemilihan ini.

Semboyan dan program
Semboyan-semboyan yang dibawakan Sayang menggoda anak-anak muda. Contohnya, Follow the right thing atau Don't look back, yang dilawan oleh Asmara dengan Please look back. Kalimat-kalimat gaul anak muda setempat juga ditampilkan, Bantuka ka', Boss atau Bantuka, Cappo. 'Muda, sehat, dan cerdas' dilawan Asmara dengan 'Pilih pemimpin cerdas bukan yang mengaku cerdas'. Program sekolah gratis dilawan dengan pendidikan gratis. Dari sudut ini, Asmara kelihatan reaktif defensif.

Program Asmara meliputi: kualitas SDM, ekonomi kewilayahan, pengelolaan SDA yang bernilai tambah, pemanfaatan dan pengembangan energi alternatif seperti biofuel, energi mengalir dan matahari, penguatan kelembagaan pemerintahan dengan fokus pada pelayanan dan pemberdayaan masyarakat disertai etika birokrasi. Selain itu, mereka juga punya program pengembangan information communication technology agar Sulsel bisa melakukan percepatan pembangunan di segala bidang dan menjadi pusat pelayanan di KTI. Program Asmara bagus tetapi tidak 'diucapkan' dalam kata-kata yang populer atau dekat dengan masyarakat. Kalimat-kalimat pendek yang mudah ditangkap dan diingat, cukup penting.

Kampanye terbesar di lakukan Sayang pada hari terakhir di Makassar (31/10). Klaim Sayang menyebutkan yang hadir sekitar 300 ribu orang, yang memacetkan kota. Kekuatan Asmara di kantong-kantong tradisional Bugis. Kampanye terbesar diklaim berlangsung di Bone 100 ribu orang dan Sidrap 50 ribu orang,

Agresif-tenang
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) adalah sebuah fenomena di Sulsel. Pendiri utamanya adalah anak Makassar, Ryaas Rasyid, seorang lurah dalam kota Makassar yang kemudian menjadi menteri. Dia jadi panutan anak-anak muda yang ingin perubahan. Ryaas masih menjadi presiden partai tersebut sekarang ini.

Makassar adalah kota besar sekaligus ibukota provinsi. Memenangkan pemilihan di kota ini adalah suatu prestasi yang membanggakan. Ini sama prestisiusnya dengan PPP dan PKS yang memenangi pemilihan legislatif di Jakarta pada awal 70-an dan pemilu legislatif yang baru lalu. Tana Toraja yang mayoritas penduduknya non-Muslim, mendukung Sayang. PDK cukup kuat di sini, ditambah PDIP dan PDS.

Program yang ditampilkan Sayang sederhana dan jelas. Selain itu, pasangan Sayang kelihatan lebih muda, bertenaga, dan agresif. Agak disayangkan tampilan Syahrul dalam tayangan TV Jakarta tampak jadul (zaman dulu alias agak kuno), terutama kaca matanya. Program yang dibawa Asmara agak abstrak bagi rakyat kecil. Selain itu, pasangan Asmara kelihatan lebih tenang dan lemah lembut. Dalam kampanye terbuka, tipe yang demikian kurang dapat menggelorakan orang.

Jika hasil yang diumumkan KPU Sulsel tidak ada perubahan, misalnya digugurkan oleh Mahkamah Agung, maka untuk pertama kalinya gubernur Sulsel dijabat oleh etnis Makassar. Pasangan tokoh lebih muda Makassar-Bugis lebih menarik bagi pemilih ketimbang pasangan lebih tua Bugis-Bugis. Meski tidak terang-terangan, tetapi dalam pemberitaan media cetak sering dilansir pada hampir satu tahun terakhir bahwa gubernur dan wakil gubernur, kurang kompak alias tidak akur. Kesan yang tertangkap adalah yang satu lebih berkuasa dibanding yang lain. Kesan itu berlanjut dapat diartikan menjadi yang satu diuntungkan. Sebagian pemilih bisa mengambil alasan, lebih baik memilih yang tidak diuntungkan. Kemenangan Sayang bukan berarti secara partai, Golkar kalah di Sulsel, apalagi oleh PDIP