Jakarta, Kompas - Pemekaran daerah yang terus dilakukan hingga setahun menjelang pelaksanaan pemilu dapat membahayakan proses Pemilu 2009. Ada baiknya jika pemekaran segera dihentikan dan baru dibahas kembali setelah pemilu usai.
Demikian diungkapkan peneliti pada Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syarif Hidayat di Jakarta, Jumat (22/2).
Penghentian sementara pemekaran daerah diperlukan karena pembentukan pemerintahan dan segala perangkat penyelenggara pemilu di daerah otonom baru tidak mudah. Hal itu tidak mungkin dilakukan dalam sisa waktu satu tahun ini.
Bagi daerah otonom baru yang belum mampu menyelenggarakan pemilu secara mandiri, pelaksanaan pemilunya akan dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah induk. Namun, hal ini dipastikan akan mengganggu kelancaran pelaksanaan pemilu dan rawan menimbulkan konflik.
”Penghentian pemekaran daerah mulai saat ini juga akan meminimalkan terjadinya politik dagang sapi dan politik uang menjelang pemilu,” tegasnya.
Menurut Syarif, sudah menjadi rahasia publik bahwa pemekaran daerah menjadi ”mesin ATM” bagi parpol dan pejabat eksekutif. Untuk mengegolkan pemekaran daerah baru dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Jika berhasil, parpol akan mendapat keuntungan finansial yang dapat digunakan sebagai modal pemilu.
Secara terpisah, Ketua KPU Maluku Jusuf Idrus Tatuhey mengatakan pelaksanaan pemilu daerah pemekaran baru yang dilakukan oleh daerah induk tidak selalu menimbulkan masalah. Pemilu di daerah pemekaran baru yang dilakukan daerah induk di Maluku pada Pemilu 2004 berjalan lancar.
Tidak konsisten
Syarif menambahkan, pemekaran yang terus dilakukan oleh pemerintah dan DPR merupakan bentuk ketidakkonsistenan mereka. Meskipun sering mengeluhkan pemekaran daerah hanya membebani APBN, pemekaran tetap dilakukan. Padahal, APBN sendiri terus mengalami defisit akibat kenaikan harga minyak dunia.
”Jika dianalogikan kepada industri, sangat tidak mungkin menambah cabang baru saat perusahaan sedang mengalami krisis keuangan,” katanya.
Secara terpisah, Juru Bicara Departemen Dalam Negeri Saut Situmorang mengungkapkan, sepanjang kualifikasi yang dimiliki calon daerah otonom baru memenuhi persyaratan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007, maka dalam pembahasannya tidak begitu banyak menyita energi dan waktu.
”Kalau tidak memenuhi persyaratan, ya itu harus dipenuhi dulu,” katanya.
Saut menambahkan, pemerintah tidak mempunyai target waktu penyelesaian pembahasan RUU pembentukan daerah baru. ”Masih banyak agenda yang harus diselesaikan pemerintah terkait pemilu,” katanya. (MZW/SIE)